Instrumen
Investasi Pasar Modal
(Perbandingan
Obligasi dan Obligasi Syariah/Sukuk)[1]
Oleh: Meri Piryanti[2]
A. Pendahuluan
Dalam
Islam, investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena
dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga
mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah
merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investmen. Kata invest
sebagai kata dasar dari invesmen yang memiliki arti menanam.[3] Jadi, investasi diartikan
sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan
pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.[4]
Sedangkan investasi menurut syariah
secara tegas di nyatakan dalam al-Qur’an surat Lukman ayat 34[5], bahwa tiada seorang pun
di alam semesta ini yang dapat
mengetahui apa yang akan diperbuat, diusahakan, serta kejadian apa yang
akan terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut, seluruh manusia
diperintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat.
Untuk mengimplementasikan
anjuran investasi tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk
berinvestasi. Banyak pilihan untuk menanamkan modal dalam bentuk investasi.
Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan dana pada suatu surat berharga
yang diharapkan akan meningkat nilainya
di masa mendatang melalui pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan
suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga, seperti saham, obligasi,
dan sekuritas efek. Dalam UU No. 8 Tahun 1995 pasar modal adalah kegiatan yang
berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.[6]
Dilihat dari sisi syariah, pasar modal
dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang
seperti: riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain. Salah satu bentuk investasi
pada pasar modal syariah adalah membeli sekuritas syariah. Sekuritas syariah
mencakup saham syariah, obligasi syariah (sukuk), reksadana syariah dan
surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Investasi dengan pemilikan
sekuritas syariah dapat dilakukan di pasar modal syariah, baik secara langsung
pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan sekunder di
bursa. Dari berbagai jenis sekuritas yang ada, beberapa di antaranya telah
memperoleh pengakuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) atas kesyariahannya,[7] salah satunya adalah instrumen
obligasi syariah atau sukuk.
Melihat
latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan dirumuskan tentang instrumen investasi pasar modal yaitu sukuk
dan kemudian membandingkannya dengan obligasi, dengan rumusan sebagai berikut:
1)
Apakah tinjauan umum dari obligasi?
2)
Apakah tinjauan umum dari obligasi syariah
(sukuk)?
3)
Bagaimana perbandingan kedua instrumen investasi pasar
modal (obligasi dan obligasi syariah/sukuk)?
B. Tinjauan
Umum Obligasi
a)
Pengertian Obligasi
Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie”
yang dalam bahasa Indonesia disebut
dengan “obligasi” yang berarti kontrak.
Dalam keputusan Presiden RI Nomor 775/KMK 001/1982 disebutkan bahwa obligasi adalah jenis efek berupa surat pengakuan hutang
atas pinjaman uang dari
masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya
tiga tahun dengan menjanjikan imbalan
bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu
oleh emiten.
Dari pengertian di
atas dapat diketahui
bahwa obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh
emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang memerlukan
dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka. Investasi pada obligasi
memiliki potensial keuntungan lebih besar dari pada produk perbankan.
Keuntungan berinvestasi di obligasi adalah memperoleh bunga dan kemungkinan
adanya capital again.[8]
Terdapat
beberapa definisi mengenai obligasi yaitu:
1. Brigham
mendefinisikan obligasi sebagai kontrak jangka panjang dimana peminjam dana
setuju untuk melakukan pembayaran bunga dan pokok pinjaman, pada tanggal
tertentu, kepada pemegang obligasi tersebut.[9]
2. Hulwati
mendefinisikan bahwa obligasi sebagai surat pengakuan atau perjanjian hutang
dari perusahaan penerbit atau emiten (baik pemerintah atau swasta) kepada
masyarakat (investor), dimana hutang ini akan dibayar pada masa jatuh tempo,
atas pinjaman tersebut, investor akan diberi imbalan berupa bunga. Di samping
itu, perusahaan juga berjanji untuk membayar sejumlah uang sebagai pengembalian
pokok hutang.[10]
3. Warkum
Sumitro menyatakan bahwa definisi obligasi adalah sebagai surat pengakuan hutang suatu
perusahaan yang akan dibayar pada waktu jatuh tempo sebesar nilai nominalnya.
Penghasilan yang diperoleh dari obligasi berupa tingkat bunga yang akan
dibayarkan oleh perusahaan penerbit obligasi tersebut. Obligasi juga didefinisikan
sebagai surat berharga (efek) hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh
sebuah perusahaan atau pemerintah (emiten) dengan ketentuan suku bunga dan
tanggal jatuh tempo tertentu.[11]
4. Menurut
BAPEPAM, obligasi adalah sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan
perusahaan, yang menyatakan bahwa investor tersebut atau pemegang obligasi
telah meminjamkan sejumlah uang pada perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan
obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo.[12]
5. Tim
Studi Investasi Syariah di Pasar Modal mendefinisikan bahwa obligasi adalah suatu surat berharga
jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang
obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi
pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Menurut Brealey, Myers
dan Marcus, obligasi adalah sekuritas yang mewajibkan penerbitnya untuk
melakukan pembayaran tertentu pada pemegang obligasi.[13]
Dengan demikian,
maka dapat disimpulkan bahwa obligasi adalah surat pengakuan hutang jangka
panjang dari pemilik modal kepada emiten (penerbit obligasi), dengan
konsekuensi emiten akan membayarkan pokok pinjaman dan bunga dengan jumlah
tetap pada waktu yang telah disepakati.
Melakukan
investasi obligasi selain menghasilkan kupon juga memberikan tingkat potensi
risiko investasi. Risiko ini bisa berbentuk wan prestasi (default) atas
pembayaran kupon obligasi tersebut. Selain itu, risiko yang paling ditakuti yakni
apabila pihak penerbit obligasi (emiten), karena kondisi perusahaannya
mengalami likuidasi, tidak mampu membayar kewajiban pokok utangnya. Investor
obligasi jangka pendek bisa juga mengalami kerugian akibat nilai pasar dari
obligasi tersebut turun atau lebih rendah daripada harga beli obligasi
tersebut.[14]
b) Karakteristik
Utama Obligasi
Secara umum
obligasi merupakan produk pengembangan dari surat utang jangka panjang. Prinsip
utang jangka panjang dapat dicerminkan dari karakteristik atau struktur yang
melekat pada sebuah obligasi. Pihak penerbit obligasi pada dasarnya melakukan
pinjaman kepada pembeli obligasi yang diterbitkannya. Pendapatan yang
didapatkan oleh investor obligasi tersebut berbentuk tingkat suku bunga atau
kupon. Selain aturan tersebut telah diatur pula perjanjian untuk melindungi kepentingan
penerbit dan kepentingan investor obligasi tersebut.[15]
Walaupun semua
jenis obligasi memiliki beberapa karakteristik yang umum, obligasi-obligasi
tersebut tidak selalu memilki fitur-fitur kontrak yang sama. Misalnya saja,
kebanyakan obligasi perusahaan memiliki provisi mengenai penebusan kembali (call
features) lebih awal, tetapi provisi ini dapat berbeda untuk
obligasi yang berbeda. Perbedaan-perbedaan dalam provisi kontrak, dan dalam
kekuatan dasar perusahaan penerbit obligasi, mengarah kepada
perbedaan-perbedaan utama dalam risiko,
harga dan tingkat pengembalian yang diharapkan.[16]
Untuk lebih jelasnya, secara umum terdapat karakteristik obligasi sebagai
instrumen utang jangka panjang yang sebaiknya dipahami, yaitu:
1)
Nilai obligasi (jumlah dana
yang dipinjam).
2)
Jangka waktu obligasi
3)
Tingkat suku bunga
4)
Jadwal pembayaran
5)
Tahap membeli obligasi
6)
Membuka rekening
7)
Pahami produk obligasi
8)
Lakukan analisis
9)
Memberikan amanat beli
10) Siapkan
dana
11) Penyelesaian
pembiayaan obligasi[17].
c)
Penerbit Obligasi
Penerbitan
obligasi dilakukan oleh perusahaan yang membutuhkan dana, baik untuk ekspansi
bisnisnya ataupun untuk memenuhi kebutuhan keuangan perusahaan dalam jangka
pendek ataupun jangka panjang. Dalam hal penerbitan obligasi, hampir setiap
badan hukum dapat menerbitkan obligasi, namun peraturan yang mengatur mengenai
tata cara penerbitan obligasi ini sangat ketat sekali. Penggolongan penerbit obligasi
biasanya terdiri atas:
a)
Pemerintah suatu negara
menerbitkan obligasi pemerintah dalam mata uang negaranya maupun obligasi
pemerintah dalam denominasi valuta asing yang biasa disebut dengan obligasi
internasional (sovereign bond).
b)
Sub-sovereign,
provinsi, negara, atau otoritas daerah. Di Amerika dikenal sebagai obligasi
daerah (municipal bond). Di Indonesia dikenal sebagai Surat Utang Negara
(SUN) lembaga pemerintah. Obligasi ini biasa juga disebut agency bonds, atau
agencies.
c)
Perusahaan yang
menerbitkan obligasi swasta.
d) Special
Purpose Vehicles adalah perusahaan yang didirikan
dengan suatu tujuan khusus guna menguasai aset tertentu yang ditujukan guna
penerbitan suatu obligasi. Biasa disebut Efek Beragun Aset.
Berbeda
halnya dengan hak-hak yang dimiliki oleh pemegang saham, pemegang obligasi
tidak mempunyai hak suara maupun hak atas deviden. Pemegang obligasi
hanya berhak atas bunga dan atas pelunasan pinjaman pada waktu pinjaman
berakhir tanpa memperdulikan untung rugi perusahaan.
d) Jenis
Obligasi
Goverment
Bond
|
Municipal
Bond
|
Corporate
Bond
|
Register
Bond
|
Bearer
Bond
|
Serial
Bond
|
Callable
Bond
|
Singking
fund Bond
|
Convertible
Bond
|
Perpetual
Bond
|
Exchangeable
Bond
|
Convertible
Bond
|
OBLIGASI
|
Penerbit
|
Suku
Bunga
|
Kepemilikan
|
Convertible
|
Pelunasan
|
Jaminan
|
Lokasi
|
International
Bond
|
Domestic
Bond
|
Guarantedt
Bond
|
Mortgage
Bond
|
Collateral
Trust Bond
|
Equipment
Bond
|
Debenture
Bond
|
Fixed
Rate
|
Float
Rate
|
Mixed
Rate
|
Zero
Coupon
|
Maksud
dari struktur jenis obligasi di atas adalah:
1. Obligasi
Berdasarkan Issuer atau Penerbit
a) Goverment
Bond yaitu obligasi yang diterbitkan oleh
pemerintah pusat dengan tujuan untuk kepentingan pemerintah atau skala
nasional. Jaminan yang diberikan berupa alokasi pendapatan pemerintah yang
didapatkan dari pajak atau penerimaan lainnya.
b) Municipal
Bond yaitu obligasi yang diterbitkan
oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan proyek fasilitas umum di
wilayah daerah tersebut.
c) Corporate
Bond yaitu obligasi yang diterbitakn oleh
perusahaan swasta/komersial yang bertujuan untuk mendukung kepentingan
bisnisnya.
2. Obligasi
Berdasarkan Suku Bunga/Coupon
a) Fixed
Rate Bond yaitu obligasi dengan tingkat suku
bunga tetap mempunyai pengertian bahwa investor akan mendapatkan keuntungan
atas investasi obligasinya dalam jumlah yang pasti (fixed).
b) Float
Rate Bond yaitu obligasi dengan bunga mengambang
ini berdasarkan tingkat suku bunga variabel yang tingkat suku bunganya dilakukan secara berkala atau
mengikuti tingkat kupon yang berlaku dipasar.
c) Mixed
Rate yaitu kombinasi dari suku bunga
tetap dan mengambang (fixed and floating), jenis obligasi ini memberikan
keuntungan bagi investor yang sifatnya konservatif.
d) Zero
Coupon Bond yaitu obligasi tanpa adanya bunga. Dengan
menggunakan obligasi ini, investor mendapatkan keuntungan dari selisih potongan
nilai prinsipal dan nilai investasi.
3. Obligasi
Berdasarkan Kepemilikan
a) Register
Bond (obligasi terdaftar/ atas nama). Pada
jenis ini, nama pembeli tercantum dalam sertifikat obligasi tersebut.
b) Bearer
Bond (atas unjuk). Jenis obligasi ini
memberikan hak kepada siapa saja yang memegang sertifikat obligasi ini untuk
dapat menjadikan uang tunai serta secara hukum tidak memerlukan endorsement.
4. Obligasi
Berdasarkan Jaminan
a) Guarantedt
Bond (obligasi dijamin garansi). Obligasi ini
adalah obligasi yang pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh institusi atau
perusahaan yang bukan penerbit obligasi tersebut.
b) Mortgage
Bond (obligasi dijamin properti). Obligasi ini
diterbitkan dengan jaminan properti milik penerbit obligasi.
c) Collateral
Trust Bond (obligasi dijamin surat berharga).
Jenis obligasi ini penjaminannya didasarkan atas surat berharga lainnya,
biasanya disimpan oleh pihak bank atau wali amanat.
d) Equipment
Bond (obligasi dijamin dengan peralatan).
Penjaminan obligasi ini didasarkan atas hak gadai atau hak jual atas peralatan
tertentu kepada pemegang obligasi.
e) Debenture
Bond (obligasi tanpa jaminan). Obligasi ini
biasanya dijamin hanya dengan itikad baik (good will/integritas)
penerbit, biasanya diterbitkan oleh pemerintah.
5. Obligasi
Berdasarkan Pelunasan
a) Serial
Bond (obligasi berseri) yaitu metode pelunasan
obligasi ini dilakukan secara bertahap sesuai tanggal jatuh tempo yang
dijadwalkan pada periode tertentu sampai pelunasan keseluruhan obligasi.
b) Callable
Bond (obligasi yang dilunasi sebelum jatuh
tempo) yaitu obligasi yang diterbitkan dengan hak emiten untuk membeli kembali/
menebus obligasi sebelum masa jatuh tempo.
c) Singking
fund Bond (obligasi dengan dana pelunasan) yaitu metode
pelunasannya didukung dengan dana pelunasan yang diakumulasikan secara tetap dari
penyisihan laba bersih emiten.
d) Convertible
Bond (obligasi konversi) yaitu obligasi ini
dapat ditukarkan dengan saham emiten pada perhitungan harga yang telah
ditetapkan sebelumnya.
e) Perpetual
Bond (obligasi tanpa jatuh tempo) yaitu obligasi
yang tidak memiliki waktu jatuh tempo, tidak dapat ditebus, serta mempunyai
kewajiban membayar pendapatan bunga tetap (annuity bond).
6. Obligasi
Berdasarkan Penukaran
a) Convertible
Bond. Obligasi yang dapat dikonversi/ditukarkan
dengan saham emiten tersebut. Pada dasarnya pembayaran kupon dibayar dengan
tunai pada waktunya sedangkan pembayaran pokok obligasi dilakukan dengan
menggunakan saham perusahaan.
b) Exchangeable
Bond. Obligasi dimana prinsipal pinjamannya
dibayar dengan menggunakan saham perusahaan lain.
7. Obligasi
Berdasarkan Lokasi penerbitan
a) Domestic
Bond. Jenis obligasi ini diterbitkan untuk
jangkauan pasar domestik dan biasanya menggunakan denominasi mata uang negara
dimana obligasi diterbitkan.
b) International
Bond. Obligasi ini merupakan obligasi emiten
di suatu negara yang diterbitkan untuk pasar luar negeri. Beberapa istilah
untuk obligasi international adalah: Dragon Bond yaitu obligasi yang
diterbitkan di Hongkong, Yankee Bond yaitu obligasi yang diterbitkan di
Amerika, Matador bond, obligasi yang diterbitkan di Spanyol, Samurai
bond, obligasi yang diterbitkan di Jepang.
C. Tinjauan
Umum Obligasi Syariah / Sukuk
a)
Pengertian Obligasi
Syariah/ sukuk
Sesungguhnya,
sukuk atau obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam
sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana
umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan
bentuk jamak dari sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat
atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai
dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan
dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang
memilki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa
sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang
saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia
perbankan kontemporer.
Harus
kita akui, bahwa sukuk atau obligasi syariah ini adalah salah satu
bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, inilah salah satu bentuk
produk yang paling inovatif dalam pengembangan sistem keuangan syariah
kontemporer. Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan
yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang
obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal
jatuh tempo pembayaran.[18]
Obligasi
syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat
bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing
instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu,
dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah.
Pada
awalnya, penggunaan istilah “obligasi syariah” sendiri dianggap kontradiktif.
Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak
dimungkinkan untuk disyariahkan. Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya
telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI), yaitu fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi
syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/X/2002 tentang obligasi syariah mudharabah.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Menurut
Pontjowinoto, obligasi syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang
bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh
kewajiban yang timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat
dan ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat secara periodik menurut
akad.[19]
Menurut
Warkum Sumitro, obligasi syariah (Islamic Bond) merupakan instrumen pasal
modal jenis baru yang sesuai syariah. Islamic Bond walaupun
diterjemahkan sebagai obligasi, bukan berarti instrumen keuangan ini
mempergunakan bunga atau riba sebagai keuntungan.
Dalam
hal pembiayaan obligasi syariah membiayai kegiatan usaha, maka ikatan timbul dalam
penerbitan obligasi syariah tersebut juga harus memenuhi prinsip aqad
Mudharabah dan akad Ijarah. Obligasi syariah lebih merupakan
penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan
akad hutang piutang melainkan penyertaan atau investasi. Sehingga obligasi syariah
lebih tepat untuk disebut sebagai sertifikat mudharabah.[20]
Di
Indonesia penerbitan obligasi syariah ini dipelopori oleh Indosat dengan
menerbitkan obligasi syariah mudharabah Indosat senilai Rp. 100 milyar
pada oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed dua
kali lipat, sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi
Rp. 175 milyar. Dan langkah Indosat ini di ikuti oleh Bank Muamalat, Bank Syariah
Mandiri dan yang lainnya.[21]
Ketentuan yang mengatur tentang penerbitan sukuk, terutama dari sisi
syariah, ditetapkan oleh Accounting and Auditing standard for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI), yaitu Sharia Standard No. 17-Investment Sukuk.[22]
b) Syarat
Obligasi Syariah
Untuk membedakan antara obligasi
konvensional dengan obligasi syariah, tentunya ada hal yang harus dipenuhi oleh
investor sebagai pemilik modal dan emiten sebagai penerbit obligasi syariah.
Selain itu, obligasi syariah juga harus memenuhi kriteria sebagai instrumen
yang bisa dikategorikan dalam pasar modal syariah. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No.
32/DSN-MUI/IX/2002, yang ada beberapa point
yang harus diperhatikan dalam operasional obligasi syariah, diantaranya:
a. Jenis
usaha issuer adalah jenis usaha halal yang tidak bertentangan dengan
syariah serta tetap memperhatikan substansi fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia No. 20/DSN-MUI/IV/2000, dan ini sesuai dengan Q.S.
al-Baqarah: 188.
b. Pendapatan
(hasil) investasi yang dibagikan harus bersih dari unsur non-halal.
c. Pendapatan
(hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai dengan akad yang
digunakan.
d. Pemindahan
kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.[23]
c)
Bentuk Akad dalam
Obligasi Syariah
Sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus
investasi memungkinkan beberapa bentuk atau struktur yang dapat ditawarkan untuk
tetap berada dalam rambu-rambu syariah. Salah satunya adalah menghindarkan
segala jenis transaksi dari unsur riba. Berdasarkan alasan tersebut, maka
struktur obligasi syariah dapat berupa:
1.
Bagi hasil berdasarkan
akad mudharabah/ muqaradhah ataupun musyarakah. Akad musyarakah/
mudharabah adalah akad kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau
keuntungan. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term
in-dicative/ expected return karena sifatnya yang floating dan
tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
2.
Margin/ fee
berdasarkan akad mudharabah, salam, istishna dan ijarah. Dengan
akad tersebut, obligasi syariah akan memberikan fixed return (pendapatan
tetap).
Berdasarkan kedua prinsip diatas dan berdasarkan
ketentuan Dewan Syariah Nasional (DSN), saat ini obligasi syariah yang
diterbitkan di Indonesia masih terbatas hanya 2 akad, yaitu:[24]
1) Mudharabah
(Muqarranah)/ Qiradh
Aqad
mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak,
dimana pihak pertama (shahibul maal/investor) menyediakan modal,
sedangkan pihak kedua (mudharib/ Emiten) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan dimuka yang
dituangkan dalam kontrak.
Beberapa
hal pokok terkait dengan obligasi syaraiah mudharabah ini sebgai
berikut:
a. Kontrak
atau aqad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
b. Rasio
atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen
pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing).
Namun berdasarkan fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa yang lebih mashlahat
adalah penggunaan revenue sharing.
c. Nisbah
bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, menigkat, ataupun menurun dengan
mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal
kontrak.
d. Pendapatan
bagi hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik.
e. Karena
besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka
obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.
Skema obligasi Syariah mudharabah.
Wali Amanat
(Trustee)
|
PT. XYZ
(Mudharib)
|
Investor
(Shahibul
Maal)
|
Proyek
Usaha
|
Pembagian
|
Keterampilan
Modal
|
Nisbah X% Nisbah
Y%
Pengembalian Modal Pokok
2) Ijarah
Obligasi syariah
dengan aqad ijarah ini digunakan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 yang menyatakan bahwa obligasi syariah
ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan aqad ijarah dengan
memperhatikan substansi fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 09/DSNMUI/IV/2000
tentang pembiayaan ijarah. Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna
atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang
tersebut. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya
sama. Dalam akad ijarah disertai adanya perpindahan manfaat tetapi tidak
terjadi perpindahan kepemilikan.
d) Kendala
Pengembangan Obligasi Syariah
1. Masih
kurangnya pemahaman masyarakat akan keberadaan obligasi syariah.
2. Kecendrungan
investor dalam berinvestasi masih berorientasi pada keuntungan (return)
yang ditawarkan.
3. Obligasi
syariah dipandang kurang likuid.
4. Masih
terbatas atau setidikitnya jumlah perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah.
D. Perbedaan
Obligasi Konvensional dengan Obligasi Syariah/Sukuk
Perbedaan
paling mendasar antara obligasi syariah dan obligasi konvensional terletak pada
penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual beli.
Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli belum ditentukan di
awal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual
beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah berapa proporsi pembagian
hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
Ada
perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional yang dirangkum, yaitu
antara lain:
1) Tingkat
pendapatan dalam obligasi syariah berdasarkan kepada tingkat rasio bagi hasil
(nisbah) yang besarannya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor,
sedangkan pada obligasi konvensional menekankan pendapatan investasi
berdasarkan tingkat suku bunga.
2) Sistem
pengawasan obligasi syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat, mekanismenya
juga diawasi oleh Dewan pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia)
sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi
tersebut. Dengan ada sitem ini, maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan
kepada investor obligasi syariah diharapkan bisa lebih terjamin, sedangkan
obligasi konvensional pengawasannya hanya dilakukan oleh pihak wali amanat.
3) Jenis
industri yang dikelola oleh emiten obligasi syariah serta hasil pendapatan
perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal, dan juga
harus bersifat berdasarkan transaksi riil, mengandung asas manfaat, dengan
dasar uang bukan komoditas, serta tidak mengenal time value of money.
Sedangkan pada obligasi konvensional tidak terdapat batasan apakah industri
yang dikelola penerbit sesuai syariah atau tidak, tidak diharuskan berdasarkan
transaksi riil, berdasar atas asas utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan
menganut time value money & opportunity cost.[25]
Selain
itu, menurut M. Gunawan Yasni berpendapat bahwa perbedaan obligasi konvensional
dengan obligasi syariah tersebut dapat dilihat dari empat hal: kepemilikan,
tingkat keuntungan yang diberikan, resiko yang harus ditanggung, dan mekanisme
jual beli yang ditawarkan. Dengan rincian pada tabel di bawah ini:
NO
|
Berdasarkan
|
Obligasi
Konvensional
|
Obligasi
Syariah
|
1
|
Kepemilikan
|
Atas unjuk
atau obligasi yang pelunasannya dilakukan kepada pembawanya (bearer bond) dan
siapa saja yang membawanya dapat mengaku dan sah menjadi pemilik.
|
Atas
nama (nama pemiliknya tertera disertifikat obligasi)
|
2
|
Return
|
Interest
bersifat tetap/ fixed ditentukan lebih dulu besarnya pada saat perjanjian
dan sudah pasti dapat dihitung secara matematika.
|
Bagi hasil
bersifat mengambang (floating) dan fee/sewa bersifat tetap (fixed)
yang tidak ditentukan di awal (hanya disepakati proporsi pembagian hasil
apabila memperoleh keuntungan di masa datang).
|
3
|
Risiko
|
Sulit
diketahui dan dibaca, jika terjadi default (gagal serah)
|
Mudah
diketahui, karena tingkat return sangat dipengaruhi kondisi
perusahaan.
|
4
|
Mekanisme
Jual Beli
|
Dapat
diperjualbelikan secara langsung karena siapapun yang membawa berhak dan sah
untuk memilikinya.
|
Menlihan
hutangggunakan konsep hawalah (pengalihan hutang piutang kepada pihak
lain dengan tanggungan bagi hasil).
|
Selain itu, dari sisi investasi sukuk
lebih kompetitif dibanding obligasi, karena :
1)
Kemungkinan perolehan dari bagi hasil
pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional yang berbasis bunga.
2)
Obligasi syariah/sukuk lebih aman
karena untuk membiayai proyek prospektif.
3)
Bila mengalami kerugian (diluar kontrol),
investor tetap memperoleh aktiva.
4)
Terobosan paradigma, bukan lagi
surat utang, tetapi surat investasi.
E.
Kesimpulan
1) Obligasi
adalah surat pengakuan hutang jangka panjang dari pemilik modal kepada emiten
(penerbit obligasi), dengan konsekuensi emiten akan membayarkan pokok pinjaman
dan bunga dengan jumlah tetap pada waktu yang telah disepakati.
2) Obligasi
syariah atau sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo. Obligasi syariah lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada
prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan
penyertaan atau investasi. Sehingga obligasi syariah lebih tepat untuk disebut
sebagai sertifikat mudharabah.
3) Obligasi
syariah yang diterbitkan di Indonesia masih terbatas hanya 2 akad, yaitu: 1. Mudharabah
(Muqarranah)/ Qiradh yaitu akad kerjasama antara dua pihak, dimana pihak
pertama (shahibul maal/investor) menyediakan modal, sedangkan pihak
kedua (mudharib/ emiten) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan
dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan dimuka yang dituangkan dalam
kontrak. 2. Ijarah merupakan akad
pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang tersebut.
3) Perbedaan
paling mendasar antara obligasi syariah dan obligasi konvensional terletak pada
penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual beli.
Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli belum ditentukan di
awal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual
beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah berapa proporsi
pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
BAPEPAM, Panduan Investasi
di Pasar Modal Indonesia, (Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Bekerjasama
dengan Japan International Cooperation Agency, 2003.
Brealey, Mayers dan
Marcus, Dasar-dasar manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid 1, Erlangga,
2008.
Briefcase Book Edukasi
Profesional Syariah, Konsep Dasar Obligasi Syariah, Cetakan 1, Jakarta:
Renaisan Anggota IKAPI, 2005.
Brigham dan Houston, Dasar-dasar
Manajemen Keuangan, Jakarta: Salemba Empat, 2006.
Cecep Maskanul Hakim, Belajar
Mudah Ekonomi Islam Catatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan
Syariah di Indonesia, Cet. 1, Tangerang: Shuhuf Media Insani, 2011.
Indah Yuliana, Investasi
produk keuangan syariah, Cet. 1, Malang: UIN-Maliki PRESS (Anggota IKAPI),
2010.
Ismail Nawawi, Ekonomi
Kelembagaan Syariah dalam Pusaran perekonomian Global Sebuah Tuntutan dan
Realitas, Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009. Utama, 2003.
M. Gunawan Yasni, mengenal
Instrumen pasar Modal Syariah, Republika, 2002.
Nurul Huda dan Mustafa
Edwin Nasution, Investasi pada pasar modal syariah, Cet. 2, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008.
-----------------------------------------------------
Current Issue lembaga Keuangan Syariah, Cet.1, Jakarta: Kencana, 2009.
Sapto Rahardjo, Panduan
Investasi Obligasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003
Warkum, Asas-asas
Perbankan Islam dan lembaga-lembaga terkait (BAMUI, TAKAFUL, dan Pasar Modal
Syariah di Indonesia), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
[1]Paper ini dibuat untuk
memenuhi tugas semester pada mata kuliah Ilmu Hukum Bisnis yang dibimbing oleh
bapak Prof. Dr. H. Ridwan Khairandy, SH. MH.
[2]Penulis
adalah mahasiswi Pasca Sarjana Kosentrasi Hukum Bisnis Syariah Prodi Hukum
Islam UIN Sunan Kalijaga.
[3]Indah
Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, Cet. 1, (Malang: UIN-Maliki
PRESS (Anggota IKAPI, 2010), hlm. 1.
[4]Nurul Huda dan Mustafa
Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Cet. 2, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 7.
[5]Artinya:
Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
[6]Ismail Nawawi, Ekonomi
Kelembagaan Syariah dalam Pusaran Perekonomian Global Sebuah Tuntutan dan
Realitas, (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009), hlm. 140.
[7]Pernyataan
kesesuaian syariah adalah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh DSN-MUI
terhadap suatu efek Syariah bahwa efek tersebut sudah sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.Tim Penulis Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta:PT Intermasa,
2003), hlm. 272.
[8]Nurul Huda dan Mustafa
Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah,...hlm.83.
[9]Brigham dan Houston, Dasar-dasar
Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hlm. 343.
[10]Indah Yuliana, Investasi
Produk Keuangan Syariah,...hlm. 116.
[11]Warkum, Asas-Asas Perbankan
Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, TAKAFUL, dan Pasar Modal Syariah di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.15.
[12]BAPEPAM, Panduan Investasi
di Pasar Modal Indonesia, (Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Bekerjasama
dengan Japan International Cooperation Agency, 2003).
[13]Brealey, Mayers dan
Marcus, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid 1, (Erlangga,
2008).
[14]Sapto Rahardjo, Panduan
Investasi Obligasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 2.
[16]Indah Yuliana, Investasi
Produk Keuangan Syariah,...hlm.118.
[17]Nurul Huda dan Mustafa
Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah,...hlm. 86.
[18]Indah Yuliana, Investasi
Produk Keuangan Syariah,..hlm. 146.
[19]Briefcase Book Edukasi
Profesional Syariah, Konsep Dasar Obligasi Syariah, Cetakan 1, (Jakarta:
Renaisan Anggota IKAPI, 2005), hlm.17.
[20]M. Gunawan Yasni, Mengenal
Instrumen Pasar Modal Syariah, (Republika, 2002), hlm. 20.
[21]Briefcase Book Edukasi
Profesional Syariah, Konsep Dasar Obligasi Syariah,.. hlm. 20.
[22]Cecep Maskanul Hakim, Belajar
Mudah Ekonomi Islam Catatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan
Syariah di Indonesia, Cet. 1, (Tangerang: Shuhuf Media Insani, 2011), hlm.
145.
[23]Indah Yuliana, Investasi
Produk Keuangan Syariah,...hlm. 157.
[25] Nurul huda dan Mustafa
Edwin Nasution, Current Issue Lembaga Keuangan Syariah, Cet.1, (Jakarta:
Kencana, 2009), hlm. 316.