Selasa, 26 Maret 2013

SuKUk ,,,


Instrumen Investasi Pasar Modal
(Perbandingan Obligasi dan  Obligasi Syariah/Sukuk)[1]
Oleh:  Meri Piryanti[2]

A.  Pendahuluan
Dalam Islam, investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investmen. Kata invest sebagai kata dasar dari invesmen yang memiliki arti menanam.[3] Jadi, investasi diartikan sebagai komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.[4]
Sedangkan investasi  menurut syariah secara tegas di nyatakan dalam al-Qur’an surat Lukman ayat 34[5], bahwa tiada seorang pun di alam semesta ini yang dapat  mengetahui apa yang akan diperbuat, diusahakan, serta kejadian apa yang akan terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut, seluruh manusia diperintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat.
Untuk mengimplementasikan anjuran investasi tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan untuk menanamkan modal dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat  nilainya di masa mendatang melalui pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga, seperti saham, obligasi, dan sekuritas efek. Dalam UU No. 8 Tahun 1995 pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.[6]
Dilihat dari sisi syariah, pasar modal dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain. Salah satu bentuk investasi pada pasar modal syariah adalah membeli sekuritas syariah. Sekuritas syariah mencakup saham syariah, obligasi syariah (sukuk), reksadana syariah dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah. Investasi dengan pemilikan sekuritas syariah dapat dilakukan di pasar modal syariah, baik secara langsung pada saat penawaran perdana, maupun melalui transaksi perdagangan sekunder di bursa. Dari berbagai jenis sekuritas yang ada, beberapa di antaranya telah memperoleh pengakuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN) atas kesyariahannya,[7]  salah satunya adalah instrumen obligasi syariah atau sukuk.
 Melihat latar belakang diatas, maka dalam makalah ini akan dirumuskan tentang instrumen investasi pasar modal yaitu sukuk dan kemudian membandingkannya dengan obligasi, dengan rumusan sebagai berikut:
1)        Apakah tinjauan umum dari obligasi?
2)        Apakah tinjauan umum dari obligasi syariah (sukuk)?
3)        Bagaimana  perbandingan kedua instrumen investasi pasar modal (obligasi dan obligasi syariah/sukuk)?


B.  Tinjauan Umum Obligasi
a)        Pengertian Obligasi
  Obligasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “Obligatie” yang  dalam bahasa Indonesia disebut dengan “obligasi” yang berarti  kontrak. Dalam keputusan     Presiden RI   Nomor 775/KMK 001/1982   disebutkan bahwa obligasi adalah   jenis efek berupa surat pengakuan hutang atas  pinjaman uang   dari   masyarakat dalam bentuk tertentu, untuk jangka waktu sekurang-kurangnya tiga tahun dengan    menjanjikan imbalan bunga yang jumlah serta saat pembayarannya telah ditentukan terlebih dahulu oleh emiten.
Dari    pengertian    di  atas   dapat    diketahui   bahwa     obligasi       adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka. Investasi pada obligasi memiliki potensial keuntungan lebih besar dari pada produk perbankan. Keuntungan berinvestasi di obligasi adalah memperoleh bunga dan kemungkinan adanya capital again.[8]
Terdapat beberapa definisi mengenai obligasi yaitu:
1.    Brigham mendefinisikan obligasi sebagai kontrak jangka panjang dimana peminjam dana setuju untuk melakukan pembayaran bunga dan pokok pinjaman, pada tanggal tertentu, kepada pemegang obligasi tersebut.[9]
2.    Hulwati mendefinisikan bahwa obligasi sebagai surat pengakuan atau perjanjian hutang dari perusahaan penerbit atau emiten (baik pemerintah atau swasta) kepada masyarakat (investor), dimana hutang ini akan dibayar pada masa jatuh tempo, atas pinjaman tersebut, investor akan diberi imbalan berupa bunga. Di samping itu, perusahaan juga berjanji untuk membayar sejumlah uang sebagai pengembalian pokok hutang.[10]
3.    Warkum Sumitro menyatakan bahwa definisi obligasi adalah  sebagai surat pengakuan hutang suatu perusahaan yang akan dibayar pada waktu jatuh tempo sebesar nilai nominalnya. Penghasilan yang diperoleh dari obligasi berupa tingkat bunga yang akan dibayarkan oleh perusahaan penerbit obligasi tersebut. Obligasi juga didefinisikan sebagai surat berharga (efek) hutang jangka panjang yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau pemerintah (emiten) dengan ketentuan suku bunga dan tanggal  jatuh tempo tertentu.[11]
4.    Menurut BAPEPAM, obligasi adalah sertifikat yang berisi kontrak antara investor dan perusahaan, yang menyatakan bahwa investor tersebut atau pemegang obligasi telah meminjamkan sejumlah uang pada perusahaan. Perusahaan yang menerbitkan obligasi mempunyai kewajiban untuk membayar bunga secara reguler sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan serta pokok pinjaman pada saat jatuh tempo.[12]
5.    Tim Studi Investasi Syariah di Pasar Modal mendefinisikan  bahwa obligasi adalah suatu surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Menurut Brealey, Myers dan Marcus, obligasi adalah sekuritas yang mewajibkan penerbitnya untuk melakukan pembayaran tertentu pada pemegang obligasi.[13]
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa obligasi adalah surat pengakuan hutang jangka panjang dari pemilik modal kepada emiten (penerbit obligasi), dengan konsekuensi emiten akan membayarkan pokok pinjaman dan bunga dengan jumlah tetap pada waktu yang telah disepakati.
Melakukan investasi obligasi selain menghasilkan kupon juga memberikan tingkat potensi risiko investasi. Risiko ini bisa berbentuk wan prestasi (default) atas pembayaran kupon obligasi tersebut. Selain itu, risiko yang paling ditakuti yakni apabila pihak penerbit obligasi (emiten), karena kondisi perusahaannya mengalami likuidasi, tidak mampu membayar kewajiban pokok utangnya. Investor obligasi jangka pendek bisa juga mengalami kerugian akibat nilai pasar dari obligasi tersebut turun atau lebih rendah daripada harga beli obligasi tersebut.[14]
b)   Karakteristik Utama Obligasi
Secara umum obligasi merupakan produk pengembangan dari surat utang jangka panjang. Prinsip utang jangka panjang dapat dicerminkan dari karakteristik atau struktur yang melekat pada sebuah obligasi. Pihak penerbit obligasi pada dasarnya melakukan pinjaman kepada pembeli obligasi yang diterbitkannya. Pendapatan yang didapatkan oleh investor obligasi tersebut berbentuk tingkat suku bunga atau kupon. Selain aturan tersebut telah diatur pula perjanjian untuk melindungi kepentingan penerbit dan kepentingan investor obligasi tersebut.[15]  
Walaupun semua jenis obligasi memiliki beberapa karakteristik yang umum, obligasi-obligasi tersebut tidak selalu memilki fitur-fitur kontrak yang sama. Misalnya saja, kebanyakan obligasi perusahaan memiliki provisi mengenai penebusan kembali (call features) lebih awal, tetapi provisi ini dapat berbeda untuk obligasi yang berbeda. Perbedaan-perbedaan dalam provisi kontrak, dan dalam kekuatan dasar perusahaan penerbit obligasi, mengarah kepada perbedaan-perbedaan utama dalam  risiko, harga dan tingkat pengembalian yang diharapkan.[16] Untuk lebih jelasnya, secara umum terdapat karakteristik obligasi sebagai instrumen utang jangka panjang yang sebaiknya dipahami, yaitu:
1)        Nilai obligasi (jumlah dana yang dipinjam).
2)        Jangka waktu obligasi
3)        Tingkat suku bunga
4)        Jadwal pembayaran
5)        Tahap membeli obligasi
6)        Membuka rekening
7)        Pahami produk obligasi
8)        Lakukan analisis
9)        Memberikan amanat beli
10)    Siapkan dana
11)    Penyelesaian pembiayaan obligasi[17].
c)        Penerbit Obligasi
Penerbitan obligasi dilakukan oleh perusahaan yang membutuhkan dana, baik untuk ekspansi bisnisnya ataupun untuk memenuhi kebutuhan keuangan perusahaan dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Dalam hal penerbitan obligasi, hampir setiap badan hukum dapat menerbitkan obligasi, namun peraturan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan obligasi ini sangat ketat sekali. Penggolongan penerbit obligasi biasanya terdiri atas:
a)        Pemerintah suatu negara menerbitkan obligasi pemerintah dalam mata uang negaranya maupun obligasi pemerintah dalam denominasi valuta asing yang biasa disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond).
b)        Sub-sovereign, provinsi, negara, atau otoritas daerah. Di Amerika dikenal sebagai obligasi daerah (municipal bond). Di Indonesia dikenal sebagai Surat Utang Negara (SUN) lembaga pemerintah. Obligasi ini biasa juga disebut agency bonds, atau agencies.
c)        Perusahaan yang menerbitkan obligasi swasta.
d)       Special Purpose Vehicles adalah perusahaan yang didirikan dengan suatu tujuan khusus guna menguasai aset tertentu yang ditujukan guna penerbitan suatu obligasi. Biasa disebut Efek Beragun Aset.
Berbeda halnya dengan hak-hak yang dimiliki oleh pemegang saham, pemegang obligasi tidak mempunyai hak suara maupun hak atas deviden. Pemegang obligasi hanya berhak atas bunga dan atas pelunasan pinjaman pada waktu pinjaman berakhir tanpa memperdulikan untung rugi perusahaan.



d)       Jenis Obligasi
Goverment Bond
Di bawah ini merupakan struktur dari jenis obligasi:
Municipal Bond
Corporate Bond
Register Bond
Bearer Bond
Serial Bond
Callable Bond
Singking fund Bond
Convertible Bond
Perpetual Bond
Exchangeable Bond
Convertible Bond
OBLIGASI
Penerbit
Suku Bunga
Kepemilikan
Convertible
Pelunasan
Jaminan
Lokasi
International Bond
Domestic Bond
Guarantedt Bond
Mortgage Bond
Collateral Trust Bond
Equipment Bond
Debenture Bond
Fixed Rate
Float Rate
Mixed Rate
Zero Coupon
 





























Maksud dari struktur jenis obligasi di atas adalah:
1.      Obligasi Berdasarkan Issuer atau Penerbit
a)   Goverment Bond yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dengan tujuan untuk kepentingan pemerintah atau skala nasional. Jaminan yang diberikan berupa alokasi pendapatan pemerintah yang didapatkan dari pajak atau penerimaan lainnya.
b)   Municipal Bond yaitu obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan proyek fasilitas umum di wilayah daerah tersebut.
c)    Corporate Bond yaitu obligasi yang diterbitakn oleh perusahaan swasta/komersial yang bertujuan untuk mendukung kepentingan bisnisnya.
2.      Obligasi Berdasarkan Suku Bunga/Coupon
a)   Fixed Rate Bond yaitu obligasi dengan tingkat suku bunga tetap mempunyai pengertian bahwa investor akan mendapatkan keuntungan atas investasi obligasinya dalam jumlah yang pasti (fixed).
b)   Float Rate Bond yaitu obligasi dengan bunga mengambang ini berdasarkan tingkat suku bunga variabel yang tingkat suku  bunganya dilakukan secara berkala atau mengikuti tingkat kupon yang berlaku dipasar.
c)    Mixed Rate yaitu kombinasi dari suku bunga tetap dan mengambang (fixed and floating), jenis obligasi ini memberikan keuntungan bagi investor yang sifatnya konservatif.
d)   Zero Coupon Bond yaitu obligasi tanpa adanya bunga. Dengan menggunakan obligasi ini, investor mendapatkan keuntungan dari selisih potongan nilai prinsipal dan nilai investasi.
3.      Obligasi Berdasarkan Kepemilikan
a)   Register Bond (obligasi terdaftar/ atas nama). Pada jenis ini, nama pembeli tercantum dalam sertifikat obligasi tersebut.
b)   Bearer Bond (atas unjuk). Jenis obligasi ini memberikan hak kepada siapa saja yang memegang sertifikat obligasi ini untuk dapat menjadikan uang tunai serta secara hukum tidak memerlukan endorsement.

4.      Obligasi Berdasarkan Jaminan
a)   Guarantedt Bond (obligasi dijamin garansi). Obligasi ini adalah obligasi yang pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh institusi atau perusahaan yang bukan penerbit obligasi tersebut.
b)   Mortgage Bond (obligasi dijamin properti). Obligasi ini diterbitkan dengan jaminan properti milik penerbit obligasi.
c)    Collateral Trust Bond (obligasi dijamin surat berharga). Jenis obligasi ini penjaminannya didasarkan atas surat berharga lainnya, biasanya disimpan oleh pihak bank atau wali amanat.
d)   Equipment Bond (obligasi dijamin dengan peralatan). Penjaminan obligasi ini didasarkan atas hak gadai atau hak jual atas peralatan tertentu kepada pemegang obligasi.
e)    Debenture Bond (obligasi tanpa jaminan). Obligasi ini biasanya dijamin hanya dengan itikad baik (good will/integritas) penerbit, biasanya diterbitkan oleh pemerintah.
5.      Obligasi Berdasarkan Pelunasan
a)    Serial Bond (obligasi berseri) yaitu metode pelunasan obligasi ini dilakukan secara bertahap sesuai tanggal jatuh tempo yang dijadwalkan pada periode tertentu sampai pelunasan keseluruhan obligasi.
b)   Callable Bond (obligasi yang dilunasi sebelum jatuh tempo) yaitu obligasi yang diterbitkan dengan hak emiten untuk membeli kembali/ menebus obligasi sebelum masa jatuh tempo.
c)    Singking fund Bond (obligasi dengan dana pelunasan) yaitu metode pelunasannya didukung dengan dana pelunasan yang diakumulasikan secara tetap dari penyisihan laba bersih emiten.
d)   Convertible Bond (obligasi konversi) yaitu obligasi ini dapat ditukarkan dengan saham emiten pada perhitungan harga yang telah ditetapkan sebelumnya.
e)    Perpetual Bond (obligasi tanpa jatuh tempo) yaitu obligasi yang tidak memiliki waktu jatuh tempo, tidak dapat ditebus, serta mempunyai kewajiban membayar pendapatan bunga tetap (annuity bond).
6.      Obligasi Berdasarkan Penukaran
a)   Convertible Bond. Obligasi yang dapat dikonversi/ditukarkan dengan saham emiten tersebut. Pada dasarnya pembayaran kupon dibayar dengan tunai pada waktunya sedangkan pembayaran pokok obligasi dilakukan dengan menggunakan saham perusahaan.
b)   Exchangeable Bond. Obligasi dimana prinsipal pinjamannya dibayar dengan menggunakan saham perusahaan lain.
7.      Obligasi Berdasarkan Lokasi penerbitan
a)   Domestic Bond. Jenis obligasi ini diterbitkan untuk jangkauan pasar domestik dan biasanya menggunakan denominasi mata uang negara dimana obligasi diterbitkan.
b)   International Bond. Obligasi ini merupakan obligasi emiten di suatu negara yang diterbitkan untuk pasar luar negeri. Beberapa istilah untuk obligasi international adalah: Dragon Bond yaitu obligasi yang diterbitkan di Hongkong, Yankee Bond yaitu obligasi yang diterbitkan di Amerika, Matador bond, obligasi yang diterbitkan di Spanyol, Samurai bond, obligasi yang diterbitkan di Jepang.

C.  Tinjauan Umum  Obligasi Syariah / Sukuk
a)        Pengertian Obligasi Syariah/ sukuk
Sesungguhnya, sukuk atau obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memilki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Harus kita akui, bahwa sukuk atau obligasi syariah ini adalah salah satu bentuk terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, inilah salah satu bentuk produk yang paling inovatif dalam pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer. Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang  beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran.[18]
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah.
Pada awalnya, penggunaan istilah “obligasi syariah” sendiri dianggap kontradiktif. Obligasi sudah menjadi kata yang tak lepas dari bunga sehingga tidak dimungkinkan untuk disyariahkan. Perihal obligasi syariah sendiri, sebenarnya telah ada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), yaitu fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah dan fatwa No.33/DSN-MUI/X/2002 tentang obligasi syariah mudharabah. Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Menurut Pontjowinoto, obligasi syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang bersifat jangka panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban yang timbul akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta membayar sejumlah manfaat secara periodik menurut akad.[19]
Menurut Warkum Sumitro, obligasi syariah (Islamic Bond) merupakan instrumen pasal modal jenis baru yang sesuai syariah. Islamic Bond walaupun diterjemahkan sebagai obligasi, bukan berarti instrumen keuangan ini mempergunakan bunga atau riba sebagai keuntungan.
Dalam hal pembiayaan obligasi syariah membiayai kegiatan usaha, maka ikatan timbul dalam penerbitan obligasi syariah tersebut juga harus memenuhi prinsip aqad Mudharabah dan akad Ijarah. Obligasi syariah lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan atau investasi. Sehingga obligasi syariah lebih tepat untuk disebut sebagai sertifikat mudharabah.[20]
Di Indonesia penerbitan obligasi syariah ini dipelopori oleh Indosat dengan menerbitkan obligasi syariah mudharabah Indosat senilai Rp. 100 milyar pada oktober 2002 yang lalu. Obligasi ini mengalami oversubribed dua kali lipat, sehingga Indosat menambah jumlah obligasi yang ditawarkan menjadi Rp. 175 milyar. Dan langkah Indosat ini di ikuti oleh Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri dan yang lainnya.[21] Ketentuan yang mengatur tentang penerbitan sukuk, terutama dari sisi syariah, ditetapkan oleh Accounting and Auditing standard for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), yaitu Sharia Standard No. 17-Investment Sukuk.[22]
b)       Syarat Obligasi Syariah
          Untuk membedakan antara obligasi konvensional dengan obligasi syariah, tentunya ada hal yang harus dipenuhi oleh investor sebagai pemilik modal dan emiten sebagai penerbit obligasi syariah. Selain itu, obligasi syariah juga harus memenuhi kriteria sebagai instrumen yang bisa dikategorikan dalam pasar modal syariah.  Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002,  yang ada beberapa point yang harus diperhatikan dalam operasional obligasi syariah, diantaranya:
a.    Jenis usaha issuer adalah jenis usaha halal yang tidak bertentangan dengan syariah serta tetap memperhatikan substansi fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 20/DSN-MUI/IV/2000, dan ini sesuai dengan Q.S. al-Baqarah: 188.
b.    Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan harus bersih dari unsur non-halal.
c.    Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi syariah sesuai dengan akad yang digunakan.
d.   Pemindahan kepemilikan obligasi syariah mengikuti akad-akad yang digunakan.[23]
c)        Bentuk Akad dalam Obligasi Syariah
            Sebagai bentuk pendanaan (financing) dan sekaligus investasi memungkinkan beberapa bentuk atau struktur yang dapat ditawarkan untuk tetap berada dalam rambu-rambu syariah. Salah satunya adalah menghindarkan segala jenis transaksi dari unsur riba. Berdasarkan alasan tersebut, maka struktur obligasi syariah dapat berupa:
1.    Bagi hasil berdasarkan akad mudharabah/ muqaradhah ataupun musyarakah. Akad musyarakah/ mudharabah adalah akad kerjasama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan. Obligasi jenis ini akan memberikan return dengan penggunaan term in-dicative/ expected return karena sifatnya yang floating dan tergantung pada kinerja pendapatan yang dibagihasilkan.
2.    Margin/ fee berdasarkan akad mudharabah, salam, istishna dan ijarah. Dengan akad tersebut, obligasi syariah akan memberikan fixed return (pendapatan tetap).
          Berdasarkan kedua prinsip diatas dan berdasarkan ketentuan Dewan Syariah Nasional (DSN), saat ini obligasi syariah yang diterbitkan di Indonesia masih terbatas hanya 2 akad, yaitu:[24]
1)   Mudharabah (Muqarranah)/ Qiradh
Aqad mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahibul maal/investor) menyediakan modal, sedangkan pihak kedua (mudharib/ Emiten) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan dimuka yang dituangkan dalam kontrak.
Beberapa hal pokok terkait dengan obligasi syaraiah mudharabah ini sebgai berikut:
a.       Kontrak atau aqad mudharabah dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan.
b.      Rasio atau persentase bagi hasil (nisbah) dapat ditetapkan berdasarkan komponen pendapatan (revenue sharing) atau keuntungan (profit sharing). Namun berdasarkan fatwa No. 15/DSN-MUI/IX/2000 bahwa yang lebih mashlahat adalah penggunaan revenue sharing.
c.       Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara konstan, menigkat, ataupun menurun dengan mempertimbangkan proyeksi pendapatan emiten, tetapi sudah ditetapkan di awal kontrak.
d.      Pendapatan bagi hasil pendapatan atau keuntungan dapat dilakukan secara periodik.
e.       Karena besarnya pendapatan bagi hasil akan ditentukan oleh kinerja aktual emiten, maka obligasi syariah memberikan indicative return tertentu.















Skema obligasi Syariah mudharabah.


Wali Amanat
(Trustee)
Perjanjian Bagi Hasil
                                                                                    

PT. XYZ
(Mudharib)

Investor
(Shahibul Maal)
Proyek Usaha
 





Pembagian
            Keahlian dan
            Keterampilan
Modal
 


                        Nisbah X%                                                         Nisbah Y%
    Pengembalian Modal Pokok


2)   Ijarah
Obligasi syariah dengan aqad ijarah ini digunakan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004 yang menyatakan bahwa obligasi syariah ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan aqad ijarah dengan memperhatikan substansi fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 09/DSNMUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah. Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut. Ijarah mirip dengan leasing, tetapi tidak sepenuhnya sama. Dalam akad ijarah disertai adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan.


d)       Kendala Pengembangan Obligasi Syariah
1.      Masih kurangnya pemahaman masyarakat akan keberadaan obligasi syariah.
2.      Kecendrungan investor dalam berinvestasi masih berorientasi pada keuntungan (return) yang ditawarkan.
3.      Obligasi syariah dipandang kurang likuid.
4.      Masih terbatas atau setidikitnya jumlah perusahaan yang menerbitkan obligasi syariah.

D.  Perbedaan Obligasi Konvensional dengan Obligasi Syariah/Sukuk
Perbedaan paling mendasar antara obligasi syariah dan obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli belum ditentukan di awal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah berapa proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang.  
Ada perbedaan antara obligasi syariah dan obligasi konvensional yang dirangkum, yaitu antara lain:
1)      Tingkat pendapatan dalam obligasi syariah berdasarkan kepada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya telah disepakati oleh pihak emiten dan investor, sedangkan pada obligasi konvensional menekankan pendapatan investasi berdasarkan tingkat suku bunga.
2)      Sistem pengawasan obligasi syariah selain diawasi oleh pihak wali amanat, mekanismenya juga diawasi oleh Dewan pengawas Syariah (di bawah Majelis Ulama Indonesia) sejak dari penerbitan obligasi sampai akhir dari masa penerbitan obligasi tersebut. Dengan ada sitem ini, maka prinsip kehati-hatian dan perlindungan kepada investor obligasi syariah diharapkan bisa lebih terjamin, sedangkan obligasi konvensional pengawasannya hanya dilakukan oleh pihak wali amanat.
3)      Jenis industri yang dikelola oleh emiten obligasi syariah serta hasil pendapatan perusahaan penerbit obligasi harus terhindar dari unsur nonhalal, dan juga harus bersifat berdasarkan transaksi riil, mengandung asas manfaat, dengan dasar uang bukan komoditas, serta tidak mengenal time value of money. Sedangkan pada obligasi konvensional tidak terdapat batasan apakah industri yang dikelola penerbit sesuai syariah atau tidak, tidak diharuskan berdasarkan transaksi riil, berdasar atas asas utilitas, serta uang menjadi komoditas, dan menganut time value money & opportunity cost.[25]
Selain itu, menurut M. Gunawan Yasni berpendapat bahwa perbedaan obligasi konvensional dengan obligasi syariah tersebut dapat dilihat dari empat hal: kepemilikan, tingkat keuntungan yang diberikan, resiko yang harus ditanggung, dan mekanisme jual beli yang ditawarkan. Dengan rincian pada tabel di bawah ini:

NO
Berdasarkan
Obligasi Konvensional
Obligasi Syariah
1
Kepemilikan
Atas unjuk atau obligasi yang pelunasannya dilakukan kepada pembawanya (bearer bond) dan siapa saja yang membawanya dapat mengaku dan sah menjadi pemilik.
Atas nama (nama pemiliknya tertera disertifikat obligasi)
2
Return
Interest bersifat tetap/ fixed ditentukan lebih dulu besarnya pada saat perjanjian dan sudah pasti dapat dihitung secara matematika.
Bagi hasil bersifat mengambang (floating) dan fee/sewa bersifat tetap (fixed) yang tidak ditentukan di awal (hanya disepakati proporsi pembagian hasil apabila memperoleh keuntungan di masa datang).
3
Risiko
Sulit diketahui dan dibaca, jika terjadi default (gagal serah)
Mudah diketahui, karena tingkat return sangat dipengaruhi kondisi perusahaan.
4
Mekanisme Jual Beli
Dapat diperjualbelikan secara langsung karena siapapun yang membawa berhak dan sah untuk memilikinya.
Menlihan hutangggunakan konsep hawalah (pengalihan hutang piutang kepada pihak lain dengan tanggungan bagi hasil).

Selain itu, dari sisi investasi sukuk lebih kompetitif dibanding obligasi, karena :
1)      Kemungkinan perolehan dari bagi hasil pendapatan lebih tinggi daripada obligasi konvensional yang berbasis bunga.
2)      Obligasi syariah/sukuk lebih aman karena untuk membiayai proyek prospektif.
3)      Bila mengalami kerugian (diluar kontrol), investor tetap memperoleh aktiva.
4)      Terobosan paradigma, bukan lagi surat utang, tetapi surat investasi.

E.  Kesimpulan
1)   Obligasi adalah surat pengakuan hutang jangka panjang dari pemilik modal kepada emiten (penerbit obligasi), dengan konsekuensi emiten akan membayarkan pokok pinjaman dan bunga dengan jumlah tetap pada waktu yang telah disepakati.
2)   Obligasi syariah atau sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan pada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Obligasi syariah lebih merupakan penyertaan dana yang didasarkan pada prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan penyertaan atau investasi. Sehingga obligasi syariah lebih tepat untuk disebut sebagai sertifikat mudharabah.
3)   Obligasi syariah yang diterbitkan di Indonesia masih terbatas hanya 2 akad, yaitu: 1. Mudharabah (Muqarranah)/ Qiradh yaitu akad kerjasama antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahibul maal/investor) menyediakan modal, sedangkan pihak kedua (mudharib/ emiten) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan dimuka yang dituangkan dalam kontrak. 2.  Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
3)   Perbedaan paling mendasar antara obligasi syariah dan obligasi konvensional terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan diawal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli belum ditentukan di awal transaksi jual beli. Sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli belum ditentukan besarnya bunga. Yang ditentukan adalah berapa proporsi pembagian hasil apabila mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. 













DAFTAR PUSTAKA

BAPEPAM, Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia, (Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency, 2003.
Brealey, Mayers dan Marcus, Dasar-dasar manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid 1, Erlangga, 2008.
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah, Konsep Dasar Obligasi Syariah, Cetakan 1, Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005.
Brigham dan Houston, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Jakarta: Salemba Empat, 2006.
Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam Catatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Cet. 1, Tangerang: Shuhuf Media Insani, 2011.
Indah Yuliana, Investasi produk keuangan syariah, Cet. 1, Malang: UIN-Maliki PRESS (Anggota IKAPI), 2010.
Ismail Nawawi, Ekonomi Kelembagaan Syariah dalam Pusaran perekonomian Global Sebuah Tuntutan dan Realitas, Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009.  Utama, 2003.
M. Gunawan Yasni, mengenal Instrumen pasar Modal Syariah, Republika, 2002.

Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada pasar modal syariah, Cet. 2, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
----------------------------------------------------- Current Issue lembaga Keuangan Syariah, Cet.1, Jakarta: Kencana, 2009.
Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003
Warkum, Asas-asas Perbankan Islam dan lembaga-lembaga terkait (BAMUI, TAKAFUL, dan Pasar Modal Syariah di Indonesia), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.



[1]Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas semester pada mata kuliah Ilmu Hukum Bisnis yang dibimbing oleh bapak Prof. Dr. H. Ridwan Khairandy, SH. MH.
[2]Penulis adalah mahasiswi Pasca Sarjana Kosentrasi Hukum Bisnis Syariah Prodi Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga.
[3]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, Cet. 1, (Malang: UIN-Maliki PRESS (Anggota IKAPI, 2010), hlm. 1.  
[4]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Cet. 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 7.
[5]Artinya: Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.


[6]Ismail Nawawi, Ekonomi Kelembagaan Syariah dalam Pusaran Perekonomian Global Sebuah Tuntutan dan Realitas, (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009), hlm. 140.  
[7]Pernyataan kesesuaian syariah adalah pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh DSN-MUI terhadap suatu efek Syariah bahwa efek tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.Tim Penulis Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, (Jakarta:PT Intermasa, 2003), hlm. 272.
[8]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah,...hlm.83.
[9]Brigham dan Houston, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hlm. 343.
[10]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah,...hlm. 116.
[11]Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, TAKAFUL, dan Pasar Modal Syariah di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.15.
[12]BAPEPAM, Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia, (Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency, 2003).       
[13]Brealey, Mayers dan Marcus, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid 1, (Erlangga, 2008). 
[14]Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 2.
[15]Ibid.
[16]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah,...hlm.118.
[17]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah,...hlm. 86.
[18]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah,..hlm. 146.
[19]Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah, Konsep Dasar Obligasi Syariah, Cetakan 1, (Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005), hlm.17.
[20]M. Gunawan Yasni, Mengenal Instrumen Pasar Modal Syariah, (Republika, 2002), hlm. 20. 
[21]Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah, Konsep Dasar Obligasi Syariah,.. hlm. 20.
[22]Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam Catatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia, Cet. 1, (Tangerang: Shuhuf Media Insani, 2011), hlm. 145.
[23]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah,...hlm. 157.
[24]Ibid.
[25] Nurul huda dan Mustafa Edwin Nasution, Current Issue Lembaga Keuangan Syariah, Cet.1, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 316.