Sabtu, 07 Desember 2013

*Saham Syariah*

HUKUM SAHAM DALAM PERSPEKTIF SYARIAH[1]
Oleh: Bintang '05[2]
Abstrak
Pasar modal syariah adalah efek yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Ia memiliki tiga instrument utama yaitu saham syariah, obligasi syariah dan reksadana syariah. Saham syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus yang berupa kontrol yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha. Dalam kaitannya dengan investasi di pasar modal syariah memang belum didapati pada masa Rasulullah saw dan sahabat. Hukum dari jual beli saham ini juga masih mengalami pro dan kontra dalam pandangan para ulama. Menurut sebagian fuqaha hukum saham adalah haram, dan sebagian lagi memperbolehkan jual beli saham karena saham sesuai dengan terminologi yang melekat padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas asset tertentu, jadi saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Dan dalam perspektif syariah diperbolehkan dengan adanya syarat-syarat yang telah ditentukan.
Kata Kunci: Hukum Saham, Perspektif Syariah
A.  Latar Belakang
Perkembangan kehidupan dewasa ini sangat berkembang pesat, terutama dalam masalah perekonomian. Banyak inovasi-inovasi yang dilakukan manusia demi untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berinvestasi. Itu dikarenakan setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala yang dibutuhkan dalam hidupnya.
Investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat dianjurkan dalam Islam, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi menurut definisi adalah merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investmen. Kata invest sebagai kata dasar dari invesmen yang memiliki arti menanam.[3] Menurut Tandelilin, investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa akan datang. Adapun menurut Antonio, investasi adalah kegiatan usaha yang mengundang resiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian.[4] Sedangkan menurut Kamaruddin, investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang (dana) tersebut. Lain halnya menurut Sunariyah, menurutnya investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan penanaman modal tersebut dapat dilakukan oleh individu atau sesuatu entitas yang mempunyai kelebihan dana.[5]
Islam juga mengajarkan kepada kita untuk berinvestasi[6], dan mengembangkan harta kita namun tetap dalam aturan-aturan yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadist. Diantaranya adalah larangan adanya riba serta larangan berinvestasi pada investasi yang sistem pengelolaannya tidak sesuai dengan syariat Islam karena jika kita menginvestasikan sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip syariah Islam, maka hasil yang kita peroleh nantinya akan diragukan kehalalannya dan jauh dari barokah Allah SWT.[7] Selain itu, sebagai hamba Allah tiada seorangpun di alam semesta ini yang dapat mengetahui apa yang akan diperbuat, diusahakan serta kejadian apa yang akan terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat.
Untuk mengimplementasikan anjuran investasi tersebut, maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan untuk menanamkan modal dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat  nilainya di masa mendatang melalui pasar modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga, seperti saham, obligasi, dan sekuritas efek. Dalam UU No. 8 Tahun 1995 pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.[8]
Melihat banyaknya instrument untuk berinvestasi, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai salah satu instrument investasi yaitu saham, dengan rumusan masalah : (1) Pengertian Umum Saham (2) Pandangan Hukum Islam Terhadap Jual-Beli Saham, (3) Perkembangan Saham Syariah di Jakarta Islamic Index.

B.  Pengertian Pasar Modal
Membicarakan masalah saham, tidak bisa terlepas dari pasar modal. Karena pasar modal merupakan kegiatan berlangsungnya penawaran jual dan beli saham.[9] Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, exchange dan market. Sementara untuk istilah modal sering digunakan istilah efek, securities, dan stock.[10]
Pasar Modal menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 ayat (13) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.[11] Adapun efek dalam UUPM Pasal 1 butir 5 dinyatakan sebagai surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak kegiatan berjangka atas efek, dan setiap derivative efek.[12]
Pasar modal dikenal juga dengan bursa efek, yaitu pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan meperdagangkan efek diantara mereka. Bursa efek di Indonesia dikenal Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya.[13] Namun, tanggal 30 Oktober 2007 BES dan BEJ sudah dimerger dengan nama Bursa Efek Indonesia (BEI).
Target dalam bursa ini adalah menciptakan pasar simultan dan kontinyu dimana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hendak melakukan perjanjian jual beli dipertemukan. Tentunya semua itu dapat menggiring kepada berbagai keuntungan[14], namun disisi lain juga mengandung banyak sekali unsur penzhaliman dan kriminalitas/ negatif[15], seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil, berspekulasi dengan orang dan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu, maka banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa bumi atau bencana lainnya.[16]
Undang-Undang Pasar Modal tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip Islam atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip Islam.[17]
Sedangkan pasar modal syariah adalah sebagai pasar modal yang mekanisme kegiatannya dipandang sesuai dengan syariah. Pasar modal Islam ini secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MoU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional –Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Yang mana dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, pasal 2 ayat 1 dan 2, dinyatakan bahwa:
a.       Pasar modal beserta seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten[18], jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
b.      Suatu efek dipandang telah memenuhi prinsip-prinsip syariah apabila memperoleh pernyataan kesesuaian syariah.[19]
Maksud prinsip-prinsip syariah disini adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI, baik ditetapkan dalam fatwa tentang pasar modal ini maupun terkait dalam fatwa lainnya. Dan bagi pasar modal syariah, listing-nya dilakukan di Jakarta Islamic Index.
Walaupun pasar modal syariah ini telah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar modal syariah/Islam telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Islam pada 3 Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan PT Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara Islam atau sesuai dengan Syariah.
Perkembangan selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT Indosat Tbk pada awal September 2002. Dan tahun 2006 muncul juga instrument baru yaitu Reksadana Indeks di mana indeks yang dijadikan sebagai underlying adalah indeks JII.[20] 
Dari penjelasan diatas, maka diharapkan masyarakat muslim tidak perlu lagi untuk menisvestasikan dananya di pasar modal syariah. Paling tidak umat Islam seharusnya akan dapat merasa lebih tenang berinvestasi dalam lapangan yang telah diupayakan sedemikian rupa untuk sesuai dengan syariah sebagai upaya mewujudkan dan mengamalkan perintah Allah swt dalam bermuamalah dengan sesama manusia yakni dengan cara halal dan tidak menimbulkan kerugian bagi yang lain.

C.  Pengertian Umum Saham
Istilah saham berasal dari bahasa Inggris, yaitu “share”, dalam bahasa belanda saham disebut “aandeel”, dalam bahasa Jerman disebut dengan aktie, dan dalam bahasa Perancis disebut dengan “action”.[21] Pengertian saham dapat dianalisis dari pengertian yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan dan pandangan para ahli atau doktrin. Pengertian saham dijumpai dalam pasal 60 ayat 1 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, saham merupakan “Benda bergerak dan memberikan hak kepada pemiliknya”.[22]
Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran umum (go public) dalam nominal ataupun persentase tertentu. Menurut Subagyo, saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Alma, yang mendefinisikan saham sebagai surat keterangan tanda turut serta dalam perseroan. Para memegang andil merupakan pemilik perusahaan yang dapat menikmati keuntungan perusahaan sebanding dengan modal yang disetorkannya. Selain dari deviden yang dapat diperoleh para pemegang saham, nilai keuntungan yang merupakan selisish positif harga beli dan harga jual saham juga merupakan benefit selanjutnya yang dapat dinikmati oleh para pemegang saham. Selain manfaat yang bersifat finansial, para pemegang saham (stock holder) juga memiliki benefit yang bersifat nonfinansial, yaitu hak suara dalam aktivitas perusahaan.[23]
Pengertian saham (stock atau share) dapat didefinisikan juga sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan perusahaan tersebut[24] dan saham dapat juga diartikan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip Islam, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip Islam, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti bir dan lain-lain.
Hak kepemilikan merupakan hak pemegang saham untuk menikmati kegunaan saham itu secara leluasa dan berbuat bebas terhadap saham itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan tidak mengganggu hak orang lain.[25]
Saham atau ekuitas surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan bagi para investor (individu atau lembaga) sebagai tanda penyertaan modal dalam suatu perusahaan. Pemegang saham juga berkesempatan untuk meraih capital gain, yakni selisih antara harga beli dengan harga jual saham. Capital gain ini dapat timbul sebagai akibat dari adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Capital gain inilah yang sering menjadi motivasi utama di dalam berinvestasi pada instrument saham.[26]
Secara rinci, manfaat yang diperoleh dari saham adalah:
1.      Deviden, yaitu merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relative lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode di mana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai artinya kepada setiap pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
2.      Capital gain, seperti dijelaskan diatas, merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham dipasar sekunder. Misalnya investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp. 3.000 per saham kemudian menjualnya dengan harga Rp. 3500 persaham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp. 500 untuk setiap saham yang dijualnya. Sebagai instrument investasi, saham memiliki resiko antara lain:
a.       Capital loss, merupakan kebalikan dari capital gain, yaitu suatu kondisi di mana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya, saham PT XYZ yang dibeli dengan harga Rp. 2000 per saham, kemudian harga saham stersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp. 1400 per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga Rp. 1400 tersebut hingga mengalami kerugian sebesar Rp. 600 per saham.
b.      Resiko likuidasi, perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus-menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain, harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industry di mana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non-ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.
3.        Manfaat nonfinansial, antara lain berupa konsekuensi atas kepemilikan saham berupa kekuasaan, kebanggaan, dan khususnya hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.[27]

D.  Jenis Saham
Ditinjau dari segi hak keistimewaannya, yaitu:
1.      Saham Biasa (common stock)
Yakni saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian deviden dan hak atas harta kekayaan perusahaan bila perusahaan dilikuidasi.[28] Maksudnya adalah saham dimana pemegangnya mewakili kepemilikan diperusahaan sebesar modal yang ditanamkan. Keuntungan yang didapatkan oleh pemegang saham ini berupa deviden yang berasal dari keuntungan perusahaan. Namun, apabila perusahaan suatu saat dilikuidasi atau bangkrut maka pemegang saham jenis ini merupakan pihak yang paling akhir mendapatkan ha katas asset perusahaan setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi dan pemegang saham preferen dibayar sebesar per sekuritas mereka. Selain itu juga, selain mendapatkan deviden dan capital gain, jika harga saham menurun maka pemegang saham akan mengalami kerugian yang disebut capital loss.[29]
2.      Saham Preferen (preferred stock)
Saham ini adalah gabungan (hybrid) antar obligasi dan saham biasa. Ini dikarenakan saham bisa menghasilkan pendapatan tetap seperti bunga obligasi, tetapi juga bisa tidak menghasilkan seperti yang dikehendaki investor. Saham biasa mirip dengan saham biasa karena dua hal, yakni mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis diatas lembaran saham tersebut dan membayar dividen.[30]
Adapun ciri-ciri saham istimewa selengkapnya sebagai berikut:
1.    Hak utama atas deviden, artinya saham istimewa mempunyai hak terlebih dahulu dalam hal menerima deviden.
2.    Hak utama atas aktiva perusahaan, artinya dalam hak likuidasi berhak menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham istimewa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
3.    Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh penghasilan dalam jumlah yang tetap.
4.    Jangka waktu yang tidak terbatas, saham istimewa yang diterbitkan mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, akan tetapi dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham istimewa tersebut dengan harga tertentu.
5.    Tidak memiliki hak suara, artinya pemegang saham istimewa tidak mempunyai suara dalam RUPS.
6.    Saham istimewa kumulatif, artinya dividen yang tidak dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham tetap menjadi hak pemegang saham istimewa tersebut. Jika suatu saat peusahaan tidak membagikan deviden, maka perusahaan harus membayarkan deviden terutang tersebut sebelum membagikannya kepada pemegang saham biasa.[31]
Selain dari saham biasa dan istimewa, saham memiliki macam dan jenis yang cukup beragam, berikut adalah beberapa tipe macam saham:
1.        Saham yang dicap (asented shared), penstempelan saham dapat terjadi dalam hal perseroan mengalami kerugian besar, yang tidak dapat dihapuskan dari cadangan perseroan. Jika terjadi hal demikian perseroan harus mengadakan perubahan pada anggaran dasar perseroan, dengan menurunkan nilai nominal dari sahamnya dengan menjadi sama dengan kekayaan (equity) dan nilai nominal sahamnya diturunkan secara proporsional.
2.        Saham tukar, yaitu jenis saham yang dapat ditukar oleh pemiliknya dengan jenis saham lain, biasanya saham preferen dengan saham biasa.
3.        Saham tanpa suara, yaitu jenis saham yang pemiliknya tidak diberi hak suara pada RUPS (nonvoting stock).
4.        Saham tanpa pari, yaitu saham yang tidak memiliki nilai nominal atau pari, tetapi hak pemilikannya dapat diketahui dengan cara menjumlahkan seluruh kekayaan (equity) dan kemudian dibagi dengan jumlah saham yang dikeluarkan (no par stock).
5.        Saham preferen unggul, yaitu saham preferen yang hak prioritas lebih besar dari preferen lain (prior preferred stock).
6.        Saham preferen tukar, yaitu saham preferen yang dapat ditukar oleh pemiliknya dengan saham biasa (convertible preferred stock).
7.        Saham preferen partisipasi, yaitu saham yang di samping hak prioritasnya masih dapat turut serta dalam pembagian deviden selanjutnya (participating preferred stock).
8.        Saham preferen kumulatif, yaitu saham preferen yang memberikan hak untuk mendapatkan deviden yang belum dibayarkan pada tahun-tahun yang lalu secara kumulatif (cumulative preferred stock).
9.        Saham pendiri (founder’s shares), yaitu jasa yang diberikan oleh para pendiri perusahaan, baik berupa penyertaan modal yang bersumberkan dari penarikan beberapa peserta lainnya atau dari relasi penting lain, biasanya dihargai perseroan dengan memberikan kepada yang bersangkutan (memiliki saham).
10.    Saham pegawai (employ stock plan), yaitu kesempatan yang diberikan oleh perseroan kepada para pegawainya untuk memiliki saham perusahaan.
11.    Saham bonus, pada saat perbandingan antara cadangan dan modal saham yang tidak berimbang pada suatu perseroan dapat dihilangkan dengan jalan memberikan saham bonus kepada para pemegang saham dengan cuma-cuma. Saham bonus diciptakan dari pos cadangan perseroan, yang berbentuk dari uang kontan yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham. Dengan penyerahan saham bonus kepada para pemegang saham, kekayaan perseroan tidak berubah, karena tidak ada kekayaan yang bertambah dan tidak ada pula modal yang dibayarkan, yang berubah adalah perubahan kualitatif dan pergeseran struktur permodalan. Hal ini merupakan kapitalisasi sebagai akibat dari pengeluaran saham bonus dengan perbandingan 1:1, yaitu saham bonus atas saham lama, pada umumnya kurs dari saham tersebut akan turun sampai setengah dari kurs yang lama.[32]
Ditinjau dari segi bentuknya saham dapat dikategorikan atas:
1.        Saham atas nama (nominal shares), yaitu saham yangb menyebut nama pemiliknya. Penctatan saham ini dicatat dalam daftar khusus. Para ahli fikih kontemporer yang menghalalkan saham jenis ini sependapat bahwa penyebutan nama pemilik saham pada dokumen saham menetapkan kepemilikan pemiliknya dan memberikan perlindungan atas haknya. Hal ini berarti saham jenis ini diperbolehkan secara fikih Islam.
2.        Saham atas unjuk (bearer shares), yaitu saham yang tidak menyebut nama pemiliknya. Ada ahli fikih kontemporer memandang saham ini batal. Karena tidak ketahuan siapa pembelinya. Seperti ketika dicuri berpindah kepemilikannya kepada pencurinya atau ketika hilang berpindah kepemilikannya kepada penemunya dan lain sebagainya. Bagaimanapun juga sebaliknya, saham seperti ini dihindari, karena akan menimbulkan problema tentang kepemilikannya atau pemulangannya kembali apabila hilang.


E.  Saham Syariah
Saham syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus yang berupa control yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha. Saham syariah dimasukkan dalam perhitungan Jakarta Islamic Index seperti yang diuraikan sebelumnya, yang merupakan index yang dikeluarkan oleh PT. Bursa efek Indonesia yang merupakan subset dari indek Harga Saham Gabungan. Saham syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakter khusus berupa control yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha.[33]
Pemilikan saham suatu perusahaan dalam Islam dikenal dengan al-musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/exercise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan, dalam hal ini Allah berfirman dalam Qur’an Surat Shaad ayat 24:
As% s)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ [34]

Menurut al-Imam al-Syaukani dalam al-Sailul Jarrar, syirkah syariah terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridho di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah tersebut. Namun, manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu boleh dan sah, walaupun saham sebagian diantara mereka lebih sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata syariat, hal seperti ini tidak masalah, karena usaha bisnis itu yang terpenting didasarkan atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang dada.[35]
Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham merupakan modal sendiri. Dalam struktur permodalan khususnya untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang terdiri:
1.    Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan didirikan.
2.    Modal ditempatkan, maksudnya modal yang sudah dijual dan besarnya 25% dari modal dasar.
3.    Modal disetor, merupakan modal yang benar-benar telah disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan.
4.    Saham dalam portepel yaitu modal yang masih dalam bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal ditempatkan.[36]
Kriteria saham-saham yang masuk dalam indeks syariah berdasarkan  fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 20 adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
a)    Usaha perjudian atau permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b)   Lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c)    Produsen, distributor dan pedagang makanan minuman haram.
d)   Produsen, distributor dan atau penyedia barang/jasa yang merusak moral dan bersifat moderat.[37]
Dan dalam melakukan investasi secara syariah seperti halnya dalam berinvestasi saham, maka herus memperhatikan prinsip-prinsip umum yang ada didalamnya, meliputi: a) Prinsip halal dan thayyib, b) Prinsip transparansi guna menghindari kondisi yang gharar (sesuatu yang tidak diketahui pasti akan kebenarannya) dan berbau maisir, c) Prinsip keadilan dan persamaan.

E.  Hukum Jual Beli Saham dalam Perspektif Syariah
Secara praktis, instrument saham belum di dapati pada masa Rasulullah saw, dan para sahabat. Pada masa Rasulullah saw yang dikenal hanyalah perdagangan komoditas barang riil seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa. Pengakuan kepemilikan sebuah perusahaan pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham seperti layaknya saat ini.[38] Pada masa Rasulullah saw dan sahabat yang dikenal hanyalah perdagangan komoditas barang riil seperti layaknya terjadi pada pasar biasa. Pengakuan kepemilikan sebuah perusahaan (syirkah) pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham seperti layaknya sekarang. Dengan demikian, pada masa Rasulullah dan sahabat, bukti kepemilikan dan jual beli atas sebuah asset hanya melalui mekanisme jual beli biasa dan belum melalui Initial Publik offering (IPO) dengan saham sebagai instrumennya. Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar riil biasa yang mengadakan pertukaran barang dengan uang (jual beli) dan pertukaran barang dengan barang (barter).[39]  
Dikarenakan belum adanya nash yang menghukumi secara jelas dan pasti tentang keberadaan saham, maka para ulama melakukan ijtihad mengenai ini, dengan mengacu kepada sandaran dan dasar hukum yang diakui keabsahannya. Aturan norma jual beli saham tetap mengacu kepada prinsip syariah.[40]
Para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam hal jual beli saham, khususnya aspek hukumnya. Sebagian dari mereka memperbolehkan transaksi jual beli saham dan sebagian lain tidak memperbolehkan melakukan transaksi jual beli saham dalam system ekonomi syariah.[41]
Menurut sebagian fuqaha, melakukan jual beli saham adalah haram, meskipun dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Hal ini diungkapkan Taqiyuddin an-Nabhani, Yusuf as-Sabatin dan Ali as-Salus, yang menyoroti bahwa bentuk badan usaha dari perseroan terbatas yang sesungguhnya adalah tidak islami. Karena menurut beliau dalam PT tidak terdapat ijab dan qabul sebagaimana dalam akad syirkah, yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyerahkan modalnya dengan cara membeli saham perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apapun baik dengan perusahaan maupun dengan investor lainnya. Menurut beliau sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, maka seharusnya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk badan usahanya apakah memenuhi syarat sebagai perusahaan islami (syirkah islamiyah) atau tidak.
Selain itu, pendapat lain mengenai saham itu dilarang adalah:
1.    Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi, di mana saham juga merupakan utang perusahaan terhadap para investor yang harus dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya dengan jual beli utang yang dilarang Islam.
2.    Banyaknya praktik jual beli najasy di bursa efek
3.    Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh seluruh pemegang saham
4.    Harga saham yang diberlakukan ditentukan senilai dengan ketentuan perusahaan yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal awal pada waktu pendirian.
5.    Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung unsur haram sehingga menjadi haram semuanya.
6.    Transaksi jual beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam transaki  tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran (sharf), jual beli saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling menyerahkan (taqabudh) dan persamaan nilai (tamatsul) harus diaplikasikan. Dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi jual beli saham.
7.    Adanya unsur ketidaktahuan (jahalah) dalam jual beli saham dikarenakan pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham. Adapun salah satu syarat sahnya jual-beli adalah diketahuinya barang (ma’luumu al mabi’).
8.    Nilai saham pada setiap tahunnya tidak bisa ditetapkan pada satu harga tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada saat pendirian perusahaan.[42]

Bagi mereka yang memperbolehkan mengadakan jual beli saham memberikan argumentasi[43] bahwa saham sesuai dengan terminology yang melekat padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk asset, sehingga saham merupakan cerminan kepemilikan atas asset tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Para ulama kontemporer yang merekomendasikan perihal tersebut diantaranya Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, dan Khallaf sebagaimana dituangkan oleh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqhu Zakah. Singkatnya, bahwa jual beli saham dibolehkan secara syariah dan hukum positif yang berlaku.[44]
Menurut Yusuf Qardhawi, jika saham yang diperdagangkan dipasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang halal dan konsisten terhadap Islam, maka memperdagangkan saham halal hukumnya. Saham menurut Yusuf Qardhawi merupakan hak kepemilikan tertentu atas kekayaan suatu perseroan terbatas atau penunjukkan atas saham tersebut. Tiap saham merupakan bagian kekayaan dan saham memberikan keuntungan sesuai dengan keberhasilan perusahaan. Berdasarkan pengertian ini, maka saham merupakan kekayaan yang dikategorikan sebagai perdagangan yang memberikan keuntungan sehingga menurut Yusuf Qardhawi wajib untuk dikeluarkan zakatnya.
Selanjutnya Yusuf Qardhawi juga berpendapat bahwa dari tinjauan syara’, saham terbagi menjadi tiga, yaitu:
1)   Saham dalam usaha atau perusahaan yang konsisten terhadap Islam seperti bank atau asuransi syariah.
2)   Saham pada perusahaan yang aktivitasnya diharamkan, misalnya perusahaan yang memperjualbelikan babi, persekutuan diskotik dan sejenisnya.
3)   Saham perusahaan yang dasar aktivitasnya halal, misalnya perusahaan mobil, pertanian, alat-alat elektronik dan semacamnya yang pada dasarnya diperbolehkan.[45]
Pendapat lain dikemukakan oleh Syahatah dan Fayyadh yang mengemukakan bahwa halal hukumnya jika saham yang diperjualbelikan itu adalah dari perusahaan yang bergerak dibidang usaha yang halal, misalnya dibidang transportasi, telekomonikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Sementara itu haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak dibidang usaha yang haram.[46]
Selain dari pada itu, terdapat fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual beli saham yang mana semakin memperkuat landasan akan bolehnya jual beli saham. Dalam kumpulan fatwa Dewan Syariah Nasional Saudi Arabia yang diketuai oleh Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah Ibn Baz jilid 13 bab jual beli halaman 320-321 fatwa nomor 4016 dan 5149 tentang hukum jual beli saham dinyatakan: “Jika saham yang diperjual belikan tidak serupa dengan uang secara utuh apa adanya, akan tetapi hanya representasi dari sebuah asset seperti tanah, mobil, pabrik, dan yang sejenisnya, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang telah diketahui oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk diperjual belikan dengan harga tunai ataupun tangguh, yang dibayarkan secara kontan ataupun beberapa kali pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang bolehnya jual beli.”[47]
Selain fatwa tersebut, Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia No. 40/DSN-MUI/2003[48] tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal juga telah memutuskan akan bolehnya jual beli saham, dan mendefinisikan saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Terkait saham-saham yang bisa dibeli investor terdapat dalam Jakarta Islamic Index (JII).
Dalam perkembangannya mulai tahun 2007 Bapepam lembaga keuangan sudah mengeluarkan daftar efek syariah yang berisi emiten-emiten yang sahamnya sesuai dengan ketentuan syariah berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-325/BI/2007 tentang daftar efek syariah tanggal 12 September 2007.[49]
 Dengan demikian, jual beli saham dengan niat dan tujuan memperoleh penambahan modal, memperoleh aset likuid maupun pengharapan deviden, dengan memilikinya sampai jatuh tempo, dapat difungsikan sewaktu-waktu, dapat diperjual-belikan untuk mendapatkan keuntungan capital gain, hukumnya adalah boleh selama usahanya dalam hal yang halal, tidak melanggar syariat, dan tidak dijadikan sebagai alat spekulasi.[50]
Penyertaan modal dalam bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah dapat dilakukan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham perusahaan publik.[51]
Maka, dalam hal ini sudah disediakan tempat jual beli saham dalam koridor syariah, yaitu pada Pasar Modal Syariah seperti dijelaskan sebelumnya, yang mana sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain. Di dalam Pasar Modal Syariah, Produk saham yang akan diterbitkan harus memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:
1)   Jenis usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak merupakan usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip syariah atau jenis usaha yang halal.
2)   Jenis transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang di dalamnya mengandung unsur gharar, maisir, risywah dan zhulm. Termasuk dalam transaksi yang mengandung unsur yang dilarang antara lain: najasy[52], ba’i al-ma’dum[53], insider trading[54], menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang, melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya, margin trading dan ikhtikar (penimbunan).[55] Sebuah transaksi yang gharar dapat timbul setidaknya karena dua sebab utama. Pertama adalah kurangnya informasi atau pengetahuan (jahala, ignorance) pada pihak yang melakukan kontrak. Jahal ini menyebabkan tidak dimilikinya control atau skill pada pihak yang melakukan transaksi. Kedua, karena tidak adanya objek. Ada pula yang membolehkan transaksi dengan objek yang secara aktual belum ada, dengan syarat bahwa pihak yang melakukan transaksi memiliki control untuk hamper bisa memastikannya di masa depan.
3)   Tidak spekulasi. Sesungguhnya bukan merupakan investasi, meskipun diantara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang sangat mendasar di antara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan menjualnya kembali secara short term. Sedangkan para investor membeli sekuritas dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat long term. Spekulasi adalah kegiatan game of chance sedangkan bisnis adalah game of skill. Seorang dianggap melakukan kegiatan spekulatif apabila ia memiliki motif memanfaatkan ketidakpastian tersebut untuk keuntungan jangka pendek. Dengan karakteristik tersebut, maka investor yang terjun di pasar perdana dengan motivasi mendapatkan capital gain semata-mata ketika saham dilepas di pasar sekunder, bisa masuk kedalam golongan spekulan.
4)   Tidak melakukan margin trading (al-Syira’ Bi al-Hamisy)/ penjualan kredit dan tidak melakukan short sale[56] (al-ba’I ‘ala al-maksyuf) yaitu menjual saham yang tidak dimiliki.
5)   Emiten atau perusahaan publik yang bermaksud menerbitkan efek syariah wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah.
6)   Emiten atau perusahaan publik wajib menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi prisip Syariah dan memiliki  Syariah Compliance Officer (SCO).[57]
7)   Dalam hal emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan, maka efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai efek syariah.  

F.   Kaidah Syariah  Yang di Penuhi dalam Instrumen Investasi Saham
1)   Kaidah syariah untuk saham
a)      Bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara terbatas (privat).
b)      Bersifat mudharabah jika saham ditawarkan secara tidak terbatas (publik).
c)      Tidak boleh ada pembedaan jenis saham karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak.
d)     Seluruh keuntungan akan di bagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi bila perusahaan dilikuidasi.
e)      Investasi pada saham tidak dapat dicairkan kecuali setelah likuidasi.


2)   Kaidah syariah untuk emiten
a)      Produk/ jasa yang dihasilkan dikategorikan halal. Dalam hal ini, JII (Jakarta Islamic Index) telah melakukan penyaringan terhadap saham. Berdasarkan fatwa DSN dan memilih emiten yang usahanya sesuai syariah.
b)      Hasil usaha tidak mengandung unsur riba dan tidak bersifat zalim.
c)      Tidak menempatkan investor dalam kondisi gharar atau maysir (memberi informasi yang transparan, risiko usaha yang wajar dan memenuhi ketentuan, manajemen Islami, menghormati HAM, menjaga SDA dan lingkungan Hidup).[58]
3)   Kaidah syariah untuk pasar perdana (primary market)[59]
a)      Semua akad harus berbasis pada transaksi yang riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.
b)      Tidak boleh menerbitkan efek utang untuk membayar kembali utang.
c)      Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan akan diterima oleh perusahaan.
d)     Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan manfaat yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana hasil penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi dari waktu.
4)   Kaidah syariah untuk pasar sekunder (secondary market)[60]
a)      Semua efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal.
b)      Tidak boleh membeli efek utang dengan dana dari utang atau menerbitkan surat utang.
c)      Tidak boleh membeli berdasarkan tren atau indeks.
d)     Tidak boleh memperjualbelikan hasil yang diperoleh dari suatu efek (misalnya, kupon, dividen) walaupun efeknya sendiri dapat diperjual belikan.
e)      Tidak boleh melakukan transaksi murabahah dengan menjadikan objek transaksi sebagai jaminan.
f)       Transaksi tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu.
Pengkajian ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan penentuan komponen indeks awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Adapun perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitor secara terus-menerus berdasarkan data publik dan media. Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham terakhir yang terjadi di bursa.[61]
Data saham merupakan bagian dari Daftar Efek Syariah (DES) yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK. Terdapat beberapa pendekatan untuk menyeleksi suatu saham apakah bisa dikategorikan sebagai saham syariah atau tidak, yaitu:
(1) Pendekatan jual beli. Dalam pendekatan ini diasumsikan saham adalah asset dan dalam jual beli ada pertukaran asset ini dengan uang. Juga bisa dikategorikan sebagai sebuah kerja sama yang memakai prinsip bagi hasil (profit-loss sharing).
(2) Pendekatan aktivitas keuangan atau produksi. Dengan menggunakan pendekatan produksi ini, sebuah saham bisa diklaim sebagai saham yang halal ketika produksi dari barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan bebas dari element-element yang haram yang secara explisit disebut di dalam Al-Quran seperti riba, judi, minuman yang memabukkan, zina, babi dan semua turunan-turunannya.
(3) Pendekatan pendapatan. Metode ini lebih melihat pada pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut. Ketika ada pendapatan yang diperoleh dari Bunga (interest) maka secara umum kita bisa mengatakan bahwa saham perusahaan tersebut tidak syariah karena masih ada unsur riba disana. Oleh karena itu seluruh pendapatan yang didapat oleh perusahaan harus terhindar dan bebas dari bunga atau interest.
(4) Pendekatan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
G. Perkembangan dan Evaluasi Jakarta Islamic Index (JII)
Perkembangan produk syariah di pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang cukup menggembirakan. Namun, pengembangan produk syariah tersebut juga mengalami beberapa hambatan. Berdasarkan hasil studi tentang investasi syariah di Indonesia oleh Tim Studi tentang Investasi Syariah di Indonesia-BAPEPAM-LK menunjukkan terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
a)    Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah
b)   Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah
c)    Minat pemodal atas efek syariah
d)   Belum adanya ketentuan resmi baik dari pemerintah maupun Bapepam, seperti Undang-Undang yang dapat dijadikan sebagai rujukan pelaksanaan pasar Modal Syariah. Keberadaan pasar modal syariah lebih merupakan representasi kebutuhan masyarakat yang menginginkan adanya pasar modal yang beroperasi berdasarkan syariah, dari pada keinginan pemerintah.
e)    Keberadaan pasar modal syariah baru dianggap sebatas wacana dan belum dikenal secara luas. Operasional pasar modal identik dengan transaksi yang bersifat spekulatif, gharar dan riba. Dengan kata lain, masyarakat masih meragukan kesyariahan pasar modal syariah. Sehingga menghambat perkembangan pasar modal syariah itu sendiri.
f)    Kurangnya dukungan dari masyarakat, terutama pihak-pihak yang mempunyai kompetensi dan pengetahuan tentang pasar modal syariah, untuk mensosialisasikan keberadaan pasar modal syariah sehingga keberadaannya kurang diketahui oleh masyarakat umum.[62]
Indeks syariah atau JII (Jakarta Islamic Index) merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham mengakomodasi investasi syariat dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariah Islam. Saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah. Investasi dalam pasar modal, khususnya saham, memiliki profil risiko dan hasil yang berbeda dengan investasi keuangan lainnya. Karena itu, setiap investor perlu memahami apakah investasinya telah memberikan hasil yang lebih baik bagi rata-rata pasar. Sehingga di pasar modal yang telah maju diperlukan adanya tolak ukur (benchmark) yang umumnya berupa suatu indeks harga[63], misalnya indeks harga saham.[64]
Disamping sebagai tolak ukur, indeks syariah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan untuk mengembangkan investasi dalam equity secara syariah. Melalui indeks syariah diharapkan investor lebih mendapatkan transparansi akan laporan keuangan yang disumbangkan oleh para praktisi, pemenuhan ketentuan syariah sebagai hasil peran serta Dewan Syariah Nasional serta accountability dari pihak bursa yang melakukan monitoring.
Jakarta Islamic Index direview setiap 6 bulan, yaitu setiap bulan Januari dan Juli atau berdasarkan periode yang ditetapkan oleh Bapepam-LK. Sedangkan perubahan jenis usaha emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia.[65] Dari sekian banyak emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, terdapat beberapa emiten yang kegiatan usahanya belum sesuai dengan syariah, sehingga saham-saham itu secara otomatis belum dapat dimasukkan dalam perhitungan JII. Berdasarkan arahan DSN dan peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.13  jenis kegiatan utama suatu badan usaha yang dinilai tidak memenuhi syariah Islam dan akan dikeluarkan dari pasar modal syariah jika terdapat hal-hal yang disebutkan di atas. Tentang penerbitan efek syariah Proses penyaringan emiten syariah untuk DES mengacu pada fatwa DSN-MUI, yang sesuai dengan mekanisme syariah dan diperlukan proses yang begitu selektif, dengan skemanya sebagai berikut:[66]

SELEKSI SYARIAH
Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
Emiten bukan usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
Emiten tidak menjalankan usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
Emiten bukan usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
SELEKSI KAPITALISASI
Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prisip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan.
Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun terakhir yang memiliki rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90%.
Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama stau tahun terakhir.
SELEKSI NILAI VOLUME TRANSAKSI
Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan regular selama satu tahun terakhir.
PROSES EVALUASI EMITEN
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara terus-menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

Adapun Daftar emiten yang termasuk JII untuk periode Desember 2012 s/d Mei 2013, sebagai berikut:[67]
NO
KODE
NAMA EMITEN
1
PT Astra Agro Lestari Tbk
2
PT Adaro Energy Tbk
3
PT AKR Corporindo Tbk
4
PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
5
PT Astra International Tbk
6
PT Alam Sutera Realty Tbk
7
PT Sentul City Tbk
8
PT Bumi Serpong Damai Tbk
9
PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk
10
PT Energi Mega Persada Tbk
11
PT Excelcomindo Pratama Tbk
12
PT Harum Energy Tbk
13
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
14
PT Vale Indonesia Tbk
15
PT Indofood Sukses Makmur Tbk
16
PT Indika Energy Tbk
17
PT Indocement Tunggal Prakasa  Tbk
18
PT Indo Tambangraya Megah Tbk
19
PT Jasa Marga (Persero) Tbk
20
PT Kalbe Farma Tbk
21
PT Lippo Karawaci Tbk
22
PT PP London Sumatera Indonesia Tbk
23
PT Mitra Adiperkasa Tbk
24
PT Media Nusantara Citra Tbk
25
PT Perusahaan Gas Negara Tbk
26
PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
27
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
28
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
29
PT United Tractors Tbk
30
PT Unilever Indonesia Tbk


H.  Kesimpulan
             Otoritas yuridis hukum Islam dalam membimbing dan mengayomi tatanan kehidupan umat manusia tidak dapat dinafikan begitu saja. Fungsi sebagai pengawas sekaligus menata berbagai sendi kehidupan, mengartikan pentingnya aktualisasi dan transformasi hukum Islam pada ranah hukum konvensional. Salah satunya adalah masalah jual beli saham. Yang mana masih diperselisihkan mengenai keabsahannya.
            Namun, saat ini telah memiliki angin segar mengenai hal tersebut, karena diperbolehkannya jual beli saham serta terdapat tempat yang mengayomi sesuai syariah, dengan catatan bahwa jual beli saham tersebut terhindar dari unsur-unsur yang dilarang oleh syariah. Dukungan ini dapat dilihat dengan terbitnya pasar modal syariah dan fatwa-fatwa DSN-MUI yang memperkuat bahwa diperbolehkannya jual beli saham.
Perkembangan produk syariah di Pasar Modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang cukup menggembirakan. Namun, pengembangan produk syariah tersebut juga mengalami beberapa hambatan. Berdasarkan hasil studi tentang investasi syariah di Indonesia oleh Tim Studi tentang Investasi Syariah di Indonesia-BAPEPAM-LK menunjukkan terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah
2.      Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah
3.      Minat pemodal atas efek syariah
4.      Belum adanya ketentuan resmi baik dari pemerintah maupun Bapepam
5.      Keberadaan pasar modal syariah baru dianggap sebatas wacana dan belum dikenal secara luas.
6.      Kurangnya dukungan dari masyarakat



[1]Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Fiqh Ekonomi dan Bisnis Kontemporer.
[2]Penulis adalah mahasiswi Pasca Sarjana Kosentrasi Hukum Bisnis Syariah Prodi Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
[3]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, Cet. 1 (Malang: UIN-Maliki PRESS (Anggota IKAPI, 2010), hlm. 71.  
[4]Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Press, 2001), hlm. 59.
[5]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, hlm. 73.
[6]Q. S. Al-Lukman (31): 34 dan Q. S. Al-Hasyr:  18.
[7]Q. S. An-Nahl (16): 14.  
[8]Ismail Nawawi, Ekonomi Kelembagaan Syariah dalam Pusaran Perekonomian Global Sebuah Tuntutan dan Realitas (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009), hlm. 140.  
[9]Endang purwaningsih, Hukum Bisnis, Cet. 1 (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 25.
[10]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ed. 1, Cet. 1 (Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2009), hlm. 109.
[11]Efek dalam pasal 1 ayat 5 adalah surat berharga (surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek).
[12]Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, Edisi 1, Cet. 1 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 220.
[13]Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2008), hlm. 208.
[14]Berbagai keuntungan atau segi positifnya adalah: 1) Membuka pasar tetap yang mempermudah para pembeli dan penjual untuk saling bertemu lalu melakukan transaksi instan maupun transaksi berjangka terhadap kertas-kertas saham, 2) Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik dan perdagangan dan proyek pemerintah melalui penjualan saham, 3)Mempermudah penjualan saham dan giro pinjaman kepada orang lain dan menggunakan nilainya. Karena para perusahaan yang mengeluarkan saham-saham itu tidak mematok harga murni untuk para pemiliknya, 4) Mempermudah mengetahui timbangan harga-harga saham , yakni pergulatan semua hal tersebut dalam dunia bisnis malalui aktivitas penawaran dan permintaan.
[15]Dampak Negatif dari adanay bursa saham tergambar, 1) Transaksi berjangka dalam pasar saham ini sebagian besarnya bukanlah jual beli yang sesungguhnya. Karena tidak ada unsur serah terima  dalam pasar saham ini antara kedua pihak yang bertransaksi, 2) kebanyakan penjualan dalam pasar ini adalah penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, 3)  pembeli dalam pasar saham ini kebanyakan membeli menjual kembali barang yang dibelinya sebelum dia terima, 4)Yang dilakukan para pemodal besar dengan memonopoli saham dan sejenisnya, 5) Sesungguhnya bahaya pasar modal semacam ini berpangkal dari dijadikannya pasar ini sebagai pemberi pengaruh pasar dalam skala besar. Karena harga-harga dalam pasar ini tidak sepenuhnya berstandar pada mekanisme pasar semata secara praktis dari pihak-pihak orang yang butuh jual beli. Namun justru terpengaruh oleh banyak hal, sebagain diantaranya dilakukan oleh para pemerhati pasar, sebagian lagi berasal dari adanya monopoli barang dagangan dan kertas saham, atau dengan menyebarkan berita bohong sejenisnya. Disinilah tersembunyi bahaya besar menurut tinjauan syariat. Karena cara demikian menyebabkan katidakstabilan harga secara tidak alami, sehingga berpengaruh buruk sekali pada perekonomian yang ada.
[16]Adiwarman A. Karim, Fikih ekonomi Keuangan Islam, Cet. 1 (Jakarta: Darul haq, 2004), hlm. 295.
[17]Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, hlm. 220
[18]Emiten adalah perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa.  
[19]Ahmad Wardi Muslich,  Fiqih Muamalat, Ed. 1, Cet. 1 (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 576.
[20]Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, hlm. 221.
[21]Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 283.
[22]Salim, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: PT. Penerbit Erlangga, 2010), hlm. 41.  
[23]Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, hlm.  226.
[24]Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin,  Pasar Modal di Indonesia pendekatan Tanya Jawab, Cet. 3 (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 6.
[25]Pasal 570 KUH Perdata.  
[26]Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Cet. 1 (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 94.
[27]Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, hlm. 570.
[28]Endang Purwaningsih, Hukum Bisnis,  hlm. 35.
[29]Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, hlm. 571.
[30]Endang Purwaningriasih, Hukum Bisnis, hlm. 37.
[31]Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, hlm.  229.
[32]Ibid.
[33]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, hlm. 71.  
[34]Terjemahan dari Q. S. Shaad: 24,  “Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”.
[35]Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, hlm. 83.
[36]Ibid.
[37]Ahmad Rohodi dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim Anggota IKAPI, 2008), hlm. 142.
[38]Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, hlm. 65.
[39]Nur Hasanah Bustam, “Pasar Modal Syariah: Sebuah Alternatif Investasi Islam”, Jurnal Hukum Islam, Volume XI, No. 1 (Pekanbaru: UIN Suska), hlm. 70.
[40]Terpenuhinya rukun, syarat, aspek an-tharadin, serta terhindar dari unsur maisir, gharar, riba, haram, dhulm, ghisy dan najasy.
[41]Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, hlm. 293.
[42]Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga keuangan Islam Tinjauan Teoretis dan Praktis, hlm. 224.
[43] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah , hlm. 65.
[44]Abdul manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, hlm. 294.
[45]Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), hlm. 43.
[46]Nur Hasanah Bustam, “Pasar Modal Syariah: Sebuah Alternatif Investasi Islam”, Jurnal Hukum Islam, hlm. 71.
[47]Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, hlm. 295, lihat juga Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, hlm. 80.
[48]Lihat pada lampiran 1.
[49]Ibid.
[50]Siti Nur Fitriah, Saham Menurut Perspektif Syariah, dalam situs http: // sitinurfitriah .blogspot.com/, diakses tanggal 28 Maret 2013.
[51]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 138.
[52]Najasy yaitu melakukan penawaran palsu.
[53]Ba’i al-ma’dum yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah) yang belum dimiliki (short selling).
[54]Insider trading yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang.
[55]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 134.
[56]Short selling dilakukan jika investor memperkirakan harga suatu saham akan turun. Investor bisa meminta kepada brokernya untuk melakukan short sell. Karena investor tersebut tidak mempunyai saham, broker kemudian mencari saham yang bisa dipinjamkan. Jika saham tersebut bisa diperoleh (dipinjam), maka investor tersebut bisa menjual saham pinjaman tadi dengan harga pasar saat ini. Beberapa saat kemudian, investor tersebut harus mengembalikan saham pinjaman tersebut. Investor tersebut bisa membeli saham dipasar untuk mengembalikan saham pinjaman tersebut.
[57]SCO adalah pihak atau pejabat dari suatu perusahaan atau lembaga yang telah mendapat sertifikasi dari DSN-MUI dalam pemahaman mengenai prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
[58]M. Firdaus dkk, System Keuangan Syariah dan Investas Syariah, Cet. 1 (Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005), hlm. 33-35.
[59]Pasar Perdana adalah penawaran saham pertama kali dari emiten kepada para pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit (issuer) sebelum saham tersebut belum diperdagangkan di pasar sekunder.
[60]Pasar sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investor setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa.
[61]Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama, hlm. 300-301.
[62]Muhammad Firdaus dkk, Edukasi Profesional Syariah  Sistem Pasar Modal Syariah, hlm. 51.
[63]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 131.
[64]Indeks harga saham adalah suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham.
[65]Robertus Benny Dwi Koestanto, Koran Kompas.
[66]Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hlm. 131.
[67]http://www.britama.com/index.php/indeks-saham-bei/indeks-jii/ di akses tanggal 26 maret 2013.