HUKUM
SAHAM DALAM PERSPEKTIF SYARIAH
Abstrak
Pasar modal
syariah adalah efek yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip
Islam. Ia memiliki tiga instrument utama yaitu saham syariah, obligasi syariah
dan reksadana syariah. Saham syariah merupakan salah satu bentuk dari saham
biasa yang memiliki karakteristik khusus yang berupa kontrol yang ketat dalam
hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha. Dalam kaitannya dengan investasi di
pasar modal syariah memang belum didapati pada masa Rasulullah saw dan sahabat.
Hukum dari jual beli saham ini juga masih mengalami pro dan kontra dalam
pandangan para ulama. Menurut sebagian fuqaha hukum saham adalah haram, dan
sebagian lagi memperbolehkan jual beli saham karena saham sesuai dengan terminologi
yang melekat padanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah
bukti kepemilikan atas asset tertentu, jadi saham dapat diperjualbelikan
sebagaimana layaknya barang. Dan dalam perspektif syariah diperbolehkan dengan
adanya syarat-syarat yang telah ditentukan.
Kata
Kunci: Hukum Saham, Perspektif Syariah
A. Latar Belakang
Perkembangan
kehidupan dewasa ini sangat berkembang pesat, terutama dalam masalah
perekonomian. Banyak inovasi-inovasi yang dilakukan manusia demi untuk memenuhi
kebutuhannya dengan cara berinvestasi. Itu dikarenakan setiap manusia
memerlukan harta untuk mencukupi segala yang dibutuhkan dalam hidupnya.
Investasi merupakan kegiatan muamalah yang sangat
dianjurkan dalam Islam, karena dengan berinvestasi harta yang dimiliki menjadi
produktif dan juga mendatangkan manfaat bagi orang lain. Investasi menurut
definisi adalah merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu investmen.
Kata invest sebagai kata dasar dari invesmen yang memiliki arti
menanam.
Menurut Tandelilin, investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber
daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan dimasa akan datang. Adapun menurut Antonio, investasi adalah
kegiatan usaha yang mengundang resiko karena berhadapan dengan unsur
ketidakpastian.
Sedangkan menurut Kamaruddin, investasi adalah menempatkan uang atau dana
dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang
(dana) tersebut. Lain halnya menurut Sunariyah, menurutnya investasi adalah
penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang. Keputusan penanaman
modal tersebut dapat dilakukan oleh individu atau sesuatu entitas yang
mempunyai kelebihan dana.
Islam juga mengajarkan
kepada kita untuk berinvestasi,
dan mengembangkan harta kita namun tetap dalam aturan-aturan yang tidak
bertentangan dengan al-Qur’an dan hadist. Diantaranya adalah larangan adanya
riba serta larangan berinvestasi pada investasi yang sistem pengelolaannya
tidak sesuai dengan syariat Islam karena jika kita menginvestasikan sesuatu
yang tidak sesuai dengan prinsip syariah Islam, maka hasil yang kita peroleh nantinya
akan diragukan kehalalannya dan jauh dari barokah Allah SWT. Selain
itu, sebagai hamba Allah tiada seorangpun di alam semesta ini yang dapat
mengetahui apa yang akan diperbuat, diusahakan serta kejadian apa yang akan
terjadi pada hari esok. Sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia
diperintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat.
Untuk mengimplementasikan anjuran investasi tersebut,
maka harus diciptakan suatu sarana untuk berinvestasi. Banyak pilihan untuk
menanamkan modal dalam bentuk investasi. Salah satu bentuk investasi adalah
menanamkan dana pada suatu surat berharga yang diharapkan akan meningkat nilainya di masa mendatang melalui pasar
modal. Pasar modal pada dasarnya merupakan suatu bidang usaha perdagangan
surat-surat berharga, seperti saham, obligasi, dan sekuritas efek. Dalam UU No.
8 Tahun 1995 pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek.
Melihat
banyaknya instrument untuk berinvestasi, maka dalam makalah ini akan dibahas
mengenai salah satu instrument investasi yaitu saham, dengan rumusan masalah :
(1) Pengertian Umum Saham (2) Pandangan Hukum Islam Terhadap Jual-Beli Saham,
(3) Perkembangan Saham Syariah di Jakarta
Islamic Index.
B. Pengertian Pasar Modal
Membicarakan
masalah saham, tidak bisa terlepas dari pasar modal. Karena pasar modal
merupakan kegiatan berlangsungnya penawaran jual dan beli saham.
Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, exchange dan market.
Sementara untuk istilah modal sering digunakan istilah efek, securities, dan stock.
Pasar Modal
menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 ayat (13)
adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Adapun efek dalam UUPM Pasal 1 butir 5 dinyatakan sebagai surat berharga, yaitu
surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak kegiatan berjangka
atas efek, dan setiap derivative efek.
Pasar modal
dikenal juga dengan bursa efek, yaitu pihak yang menyelenggarakan dan
menyediakan system dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli
efek pihak-pihak lain dengan tujuan meperdagangkan efek diantara mereka. Bursa
efek di Indonesia dikenal Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya.
Namun, tanggal 30 Oktober 2007 BES dan BEJ sudah dimerger dengan nama Bursa
Efek Indonesia (BEI).
Target dalam
bursa ini adalah menciptakan pasar simultan dan kontinyu dimana penawaran dan
permintaan serta orang-orang yang hendak melakukan perjanjian jual beli
dipertemukan. Tentunya semua itu dapat menggiring kepada berbagai keuntungan,
namun disisi lain juga mengandung banyak sekali unsur penzhaliman dan
kriminalitas/ negatif,
seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli,
memakan uang orang dengan batil, berspekulasi dengan orang dan masyarakat.
Karena disebabkan oleh bursa itu, maka banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang
hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran
akibat gempa bumi atau bencana lainnya.
Undang-Undang
Pasar Modal tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilakukan dengan
prinsip-prinsip Islam atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan
pasar modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan
dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip Islam.
Sedangkan pasar
modal syariah adalah sebagai pasar modal yang mekanisme kegiatannya dipandang
sesuai dengan syariah. Pasar modal Islam ini secara resmi diluncurkan pada
tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MoU antara BAPEPAM-LK
dengan Dewan Syariah Nasional –Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Yang mana
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor
40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal, pasal 2 ayat 1 dan 2, dinyatakan bahwa:
a.
Pasar modal beserta seluruh mekanisme
kegiatannya terutama mengenai emiten,
jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya dipandang telah
sesuai dengan syariah apabila telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
b.
Suatu efek dipandang telah memenuhi
prinsip-prinsip syariah apabila memperoleh pernyataan kesesuaian syariah.
Maksud
prinsip-prinsip syariah disini adalah prinsip-prinsip yang didasarkan atas
ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI, baik ditetapkan dalam
fatwa tentang pasar modal ini maupun terkait dalam fatwa lainnya. Dan bagi
pasar modal syariah, listing-nya
dilakukan di Jakarta Islamic Index.
Walaupun pasar
modal syariah ini telah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar
modal syariah/Islam telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai
dengan peluncuran Danareksa Islam pada 3 Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment
Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan PT Danareksa
Investment Management meluncurkan Jakarta
Islamic Index pada 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang
ingin menanamkan dananya secara Islam atau sesuai dengan Syariah.
Perkembangan
selanjutnya, instrument investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan
kehadiran Obligasi Syariah PT Indosat Tbk pada awal September 2002. Dan tahun
2006 muncul juga instrument baru yaitu Reksadana Indeks di mana indeks yang dijadikan
sebagai underlying adalah indeks JII.
Dari penjelasan
diatas, maka diharapkan masyarakat muslim tidak perlu lagi untuk
menisvestasikan dananya di pasar modal syariah. Paling tidak umat Islam
seharusnya akan dapat merasa lebih tenang berinvestasi dalam lapangan yang
telah diupayakan sedemikian rupa untuk sesuai dengan syariah sebagai upaya mewujudkan
dan mengamalkan perintah Allah swt dalam bermuamalah dengan sesama manusia yakni
dengan cara halal dan tidak menimbulkan kerugian bagi yang lain.
C. Pengertian Umum Saham
Istilah saham
berasal dari bahasa Inggris, yaitu “share”,
dalam bahasa belanda saham disebut “aandeel”,
dalam bahasa Jerman disebut dengan aktie,
dan dalam bahasa Perancis disebut dengan “action”. Pengertian
saham dapat dianalisis dari pengertian yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
dan pandangan para ahli atau doktrin. Pengertian saham dijumpai dalam pasal 60
ayat 1 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, saham
merupakan “Benda bergerak dan memberikan hak kepada pemiliknya”.
Saham merupakan
surat bukti kepemilikan atas sebuah perusahaan yang melakukan penawaran umum (go public) dalam nominal ataupun
persentase tertentu. Menurut Subagyo, saham merupakan tanda penyertaan modal
pada suatu Perseroan Terbatas (PT). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Alma, yang
mendefinisikan saham sebagai surat keterangan tanda turut serta dalam
perseroan. Para memegang andil merupakan pemilik perusahaan yang dapat
menikmati keuntungan perusahaan sebanding dengan modal yang disetorkannya.
Selain dari deviden yang dapat diperoleh para pemegang saham, nilai keuntungan
yang merupakan selisish positif harga beli dan harga jual saham juga merupakan
benefit selanjutnya yang dapat dinikmati oleh para pemegang saham. Selain
manfaat yang bersifat finansial, para pemegang saham (stock holder) juga memiliki benefit yang bersifat nonfinansial,
yaitu hak suara dalam aktivitas perusahaan.
Pengertian saham
(stock atau share) dapat didefinisikan juga sebagai tanda penyertaan atau
pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah
pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan
ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan perusahaan tersebut dan
saham dapat juga diartikan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan
modal ke dalam suatu perusahaan. Sementara dalam prinsip Islam, penyertaan
modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip
Islam, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan
seperti bir dan lain-lain.
Hak kepemilikan
merupakan hak pemegang saham untuk menikmati kegunaan saham itu secara leluasa dan
berbuat bebas terhadap saham itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan tidak mengganggu hak
orang lain.
Saham atau
ekuitas surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan bagi para investor
(individu atau lembaga) sebagai tanda penyertaan modal dalam suatu perusahaan.
Pemegang saham juga berkesempatan untuk meraih capital gain, yakni selisih antara harga beli dengan harga jual
saham. Capital gain ini dapat timbul
sebagai akibat dari adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Capital gain inilah yang sering menjadi
motivasi utama di dalam berinvestasi pada instrument saham.
Secara rinci,
manfaat yang diperoleh dari saham adalah:
1.
Deviden, yaitu merupakan pembagian
keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang
dihasilkan perusahaan. Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan dari
pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka
pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relative
lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode di mana diakui
sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden. Deviden yang dibagikan
perusahaan dapat berupa deviden tunai artinya kepada setiap pemegang saham
diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap
saham atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang
saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki
seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
2.
Capital
gain,
seperti dijelaskan diatas, merupakan selisih antara harga beli dan harga jual.
Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham dipasar
sekunder. Misalnya investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp. 3.000
per saham kemudian menjualnya dengan harga Rp. 3500 persaham yang berarti
pemodal tersebut mendapatkan capital gain
sebesar Rp. 500 untuk setiap saham yang dijualnya. Sebagai instrument
investasi, saham memiliki resiko antara lain:
a.
Capital
loss,
merupakan kebalikan dari capital gain,
yaitu suatu kondisi di mana investor menjual saham lebih rendah dari harga
beli. Misalnya, saham PT XYZ yang dibeli dengan harga Rp. 2000 per saham,
kemudian harga saham stersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp.
1400 per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor
menjual pada harga Rp. 1400 tersebut hingga mengalami kerugian sebesar Rp. 600
per saham.
b.
Resiko likuidasi, perusahaan yang
sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan
tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat
prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari
hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil
penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara
proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa
kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari
likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang
saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus-menerus
mengikuti perkembangan perusahaan. Di pasar sekunder atau dalam aktivitas
perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik
berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya
permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain, harga saham
terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut. Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya
spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industry di mana perusahaan
tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku
bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non-ekonomi seperti kondisi sosial
dan politik, dan faktor lainnya.
3.
Manfaat nonfinansial, antara lain berupa
konsekuensi atas kepemilikan saham berupa kekuasaan, kebanggaan, dan khususnya
hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.
D. Jenis Saham
Ditinjau dari
segi hak keistimewaannya, yaitu:
1.
Saham Biasa (common stock)
Yakni
saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian deviden dan hak
atas harta kekayaan perusahaan bila perusahaan dilikuidasi.
Maksudnya adalah saham dimana pemegangnya mewakili kepemilikan diperusahaan
sebesar modal yang ditanamkan. Keuntungan yang didapatkan oleh pemegang saham
ini berupa deviden yang berasal dari keuntungan perusahaan. Namun, apabila
perusahaan suatu saat dilikuidasi atau bangkrut maka pemegang saham jenis ini
merupakan pihak yang paling akhir mendapatkan ha katas asset perusahaan setelah
semua kewajiban perusahaan dilunasi dan pemegang saham preferen dibayar sebesar
per sekuritas mereka. Selain itu juga, selain mendapatkan deviden dan capital gain, jika harga saham menurun
maka pemegang saham akan mengalami kerugian yang disebut capital loss.
2.
Saham Preferen (preferred stock)
Saham ini adalah
gabungan (hybrid) antar obligasi dan
saham biasa. Ini dikarenakan saham bisa menghasilkan pendapatan tetap seperti
bunga obligasi, tetapi juga bisa tidak menghasilkan seperti yang dikehendaki
investor. Saham biasa mirip dengan saham biasa karena dua hal, yakni mewakili
kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis
diatas lembaran saham tersebut dan membayar dividen.
Adapun ciri-ciri
saham istimewa selengkapnya sebagai berikut:
1.
Hak utama atas deviden, artinya saham
istimewa mempunyai hak terlebih dahulu dalam hal menerima deviden.
2.
Hak utama atas aktiva perusahaan,
artinya dalam hak likuidasi berhak menerima pembayaran maksimum sebesar nilai
nominal saham istimewa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
3.
Penghasilan tetap, artinya pemegang
saham istimewa memperoleh penghasilan dalam jumlah yang tetap.
4.
Jangka waktu yang tidak terbatas, saham
istimewa yang diterbitkan mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, akan
tetapi dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham
istimewa tersebut dengan harga tertentu.
5.
Tidak memiliki hak suara, artinya
pemegang saham istimewa tidak mempunyai suara dalam RUPS.
6.
Saham istimewa kumulatif, artinya
dividen yang tidak dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham tetap
menjadi hak pemegang saham istimewa tersebut. Jika suatu saat peusahaan tidak
membagikan deviden, maka perusahaan harus membayarkan deviden terutang tersebut
sebelum membagikannya kepada pemegang saham biasa.
Selain dari
saham biasa dan istimewa, saham memiliki macam dan jenis yang cukup beragam,
berikut adalah beberapa tipe macam saham:
1.
Saham yang dicap (asented shared), penstempelan saham dapat terjadi dalam hal
perseroan mengalami kerugian besar, yang tidak dapat dihapuskan dari cadangan
perseroan. Jika terjadi hal demikian perseroan harus mengadakan perubahan pada
anggaran dasar perseroan, dengan menurunkan nilai nominal dari sahamnya dengan
menjadi sama dengan kekayaan (equity)
dan nilai nominal sahamnya diturunkan secara proporsional.
2.
Saham tukar, yaitu jenis saham yang
dapat ditukar oleh pemiliknya dengan jenis saham lain, biasanya saham preferen
dengan saham biasa.
3.
Saham tanpa suara, yaitu jenis saham
yang pemiliknya tidak diberi hak suara pada RUPS (nonvoting stock).
4.
Saham tanpa pari, yaitu saham yang tidak
memiliki nilai nominal atau pari, tetapi hak pemilikannya dapat diketahui
dengan cara menjumlahkan seluruh kekayaan (equity)
dan kemudian dibagi dengan jumlah saham yang dikeluarkan (no par stock).
5.
Saham preferen unggul, yaitu saham
preferen yang hak prioritas lebih besar dari preferen lain (prior preferred stock).
6.
Saham preferen tukar, yaitu saham
preferen yang dapat ditukar oleh pemiliknya dengan saham biasa (convertible preferred stock).
7.
Saham preferen partisipasi, yaitu saham
yang di samping hak prioritasnya masih dapat turut serta dalam pembagian
deviden selanjutnya (participating
preferred stock).
8.
Saham preferen kumulatif, yaitu saham
preferen yang memberikan hak untuk mendapatkan deviden yang belum dibayarkan
pada tahun-tahun yang lalu secara kumulatif (cumulative preferred stock).
9.
Saham pendiri (founder’s shares), yaitu jasa yang diberikan oleh para pendiri
perusahaan, baik berupa penyertaan modal yang bersumberkan dari penarikan
beberapa peserta lainnya atau dari relasi penting lain, biasanya dihargai
perseroan dengan memberikan kepada yang bersangkutan (memiliki saham).
10. Saham
pegawai (employ stock plan), yaitu
kesempatan yang diberikan oleh perseroan kepada para pegawainya untuk memiliki
saham perusahaan.
11.
Saham bonus, pada saat perbandingan antara
cadangan dan modal saham yang tidak berimbang pada suatu perseroan dapat
dihilangkan dengan jalan memberikan saham bonus kepada para pemegang saham
dengan cuma-cuma. Saham bonus diciptakan dari pos cadangan perseroan, yang
berbentuk dari uang kontan yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham.
Dengan penyerahan saham bonus kepada para pemegang saham, kekayaan perseroan
tidak berubah, karena tidak ada kekayaan yang bertambah dan tidak ada pula
modal yang dibayarkan, yang berubah adalah perubahan kualitatif dan pergeseran
struktur permodalan. Hal ini merupakan kapitalisasi sebagai akibat dari
pengeluaran saham bonus dengan perbandingan 1:1, yaitu saham bonus atas saham
lama, pada umumnya kurs dari saham tersebut akan turun sampai setengah dari
kurs yang lama.
Ditinjau
dari segi bentuknya saham dapat dikategorikan atas:
1.
Saham atas nama (nominal shares), yaitu saham yangb menyebut nama pemiliknya.
Penctatan saham ini dicatat dalam daftar khusus. Para ahli fikih kontemporer
yang menghalalkan saham jenis ini sependapat bahwa penyebutan nama pemilik
saham pada dokumen saham menetapkan kepemilikan pemiliknya dan memberikan
perlindungan atas haknya. Hal ini berarti saham jenis ini diperbolehkan secara
fikih Islam.
2.
Saham atas unjuk (bearer shares), yaitu saham yang tidak menyebut nama pemiliknya.
Ada ahli fikih kontemporer memandang saham ini batal. Karena tidak ketahuan
siapa pembelinya. Seperti ketika dicuri berpindah kepemilikannya kepada
pencurinya atau ketika hilang berpindah kepemilikannya kepada penemunya dan
lain sebagainya. Bagaimanapun juga sebaliknya, saham seperti ini dihindari,
karena akan menimbulkan problema tentang kepemilikannya atau pemulangannya
kembali apabila hilang.
E. Saham Syariah
Saham syariah
merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus
yang berupa control yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan
usaha. Saham syariah dimasukkan dalam perhitungan Jakarta Islamic Index seperti
yang diuraikan sebelumnya, yang merupakan index yang dikeluarkan oleh PT. Bursa
efek Indonesia yang merupakan subset dari indek Harga Saham Gabungan. Saham
syariah merupakan salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakter
khusus berupa control yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan
usaha.
Pemilikan saham
suatu perusahaan dalam Islam dikenal dengan al-musyarakah,
yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/exercise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan, dalam hal ini Allah berfirman dalam Qur’an Surat Shaad ayat 24:
As% s)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ wÎ) tûïÏ©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ß¼ãr#y $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ
Menurut al-Imam
al-Syaukani dalam al-Sailul Jarrar, syirkah syariah terwujud (terealisasi) atas
dasar sama-sama ridho di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari
mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama
itu dikelola untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang
diserahkan kepada syirkah tersebut. Namun, manakala mereka semua sepakat dan
ridha, keuntungannya dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak
sama, maka hal itu boleh dan sah, walaupun saham sebagian diantara mereka lebih
sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata syariat, hal
seperti ini tidak masalah, karena usaha bisnis itu yang terpenting didasarkan
atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang dada.
Menurut Dewan
Syariah Nasional (DSN), saham adalah suatu bukti kepemilikan atas suatu
perusahaan yang memenuhi kriteria syariah dan tidak termasuk saham yang
memiliki hak-hak istimewa. Bagi perusahaan yang modalnya diperoleh dari saham
merupakan modal sendiri. Dalam struktur permodalan khususnya untuk perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), pembagian modal menurut undang-undang
terdiri:
1.
Modal dasar, yaitu modal pertama sekali perusahaan
didirikan.
2.
Modal ditempatkan, maksudnya modal yang
sudah dijual dan besarnya 25% dari modal dasar.
3.
Modal disetor, merupakan modal yang
benar-benar telah disetor yaitu sebesar 50% dari modal yang telah ditempatkan.
4.
Saham dalam portepel yaitu modal yang
masih dalam bentuk saham yang belum dijual atau modal dasar dikurangi modal
ditempatkan.
Kriteria
saham-saham yang masuk dalam indeks syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 20
adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
a)
Usaha perjudian atau permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b)
Lembaga keuangan konvensional (ribawi),
termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c)
Produsen, distributor dan pedagang
makanan minuman haram.
d)
Produsen, distributor dan atau penyedia
barang/jasa yang merusak moral dan bersifat moderat.
Dan
dalam melakukan investasi secara syariah seperti halnya dalam berinvestasi
saham, maka herus memperhatikan prinsip-prinsip umum yang ada didalamnya,
meliputi: a) Prinsip halal dan thayyib, b) Prinsip transparansi guna
menghindari kondisi yang gharar (sesuatu yang tidak diketahui pasti akan
kebenarannya) dan berbau maisir, c)
Prinsip keadilan dan persamaan.
E. Hukum Jual Beli Saham dalam
Perspektif Syariah
Secara praktis,
instrument saham belum di dapati pada masa Rasulullah saw, dan para sahabat.
Pada masa Rasulullah saw yang dikenal hanyalah perdagangan komoditas barang
riil seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa. Pengakuan kepemilikan
sebuah perusahaan pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham
seperti layaknya saat ini.
Pada masa Rasulullah saw dan sahabat yang dikenal hanyalah perdagangan
komoditas barang riil seperti layaknya terjadi pada pasar biasa. Pengakuan
kepemilikan sebuah perusahaan (syirkah)
pada masa itu belum direpresentasikan dalam bentuk saham seperti layaknya
sekarang. Dengan demikian, pada masa Rasulullah dan sahabat, bukti kepemilikan
dan jual beli atas sebuah asset hanya melalui mekanisme jual beli biasa dan
belum melalui Initial Publik offering (IPO) dengan saham sebagai instrumennya.
Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar riil biasa yang mengadakan pertukaran
barang dengan uang (jual beli) dan pertukaran barang dengan barang (barter).
Dikarenakan
belum adanya nash yang menghukumi secara jelas dan pasti tentang keberadaan
saham, maka para ulama melakukan ijtihad mengenai ini, dengan mengacu kepada
sandaran dan dasar hukum yang diakui keabsahannya. Aturan norma jual beli saham
tetap mengacu kepada prinsip syariah.
Para ahli hukum
Islam berbeda pendapat dalam hal jual beli saham, khususnya aspek hukumnya.
Sebagian dari mereka memperbolehkan transaksi jual beli saham dan sebagian lain
tidak memperbolehkan melakukan transaksi jual beli saham dalam system ekonomi
syariah.
Menurut sebagian
fuqaha, melakukan jual beli saham adalah haram, meskipun dari perusahaan yang
bidang usahanya halal. Hal ini diungkapkan Taqiyuddin an-Nabhani, Yusuf as-Sabatin
dan Ali as-Salus, yang menyoroti bahwa bentuk badan usaha dari perseroan terbatas
yang sesungguhnya adalah tidak islami. Karena menurut beliau dalam PT tidak
terdapat ijab dan qabul sebagaimana dalam akad syirkah, yang ada hanyalah
transaksi sepihak dari para investor yang menyerahkan modalnya dengan cara
membeli saham perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada
perundingan atau negosiasi apapun baik dengan perusahaan maupun dengan investor
lainnya. Menurut beliau sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, maka
seharusnya yang dilihat terlebih dahulu adalah bentuk badan usahanya apakah
memenuhi syarat sebagai perusahaan islami (syirkah
islamiyah) atau tidak.
Selain itu, pendapat
lain mengenai saham itu dilarang adalah:
1.
Saham dipahami sebagaimana layaknya
obligasi, di mana saham juga merupakan utang perusahaan terhadap para investor
yang harus dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya
dengan jual beli utang yang dilarang Islam.
2.
Banyaknya praktik jual beli najasy di bursa efek
3.
Para investor pembeli saham keluar dan
masuk tanpa diketahui oleh seluruh pemegang saham
4.
Harga saham yang diberlakukan ditentukan
senilai dengan ketentuan perusahaan yaitu pada saat penerbitan dan tidak
mencerminkan modal awal pada waktu pendirian.
5.
Harta atau modal perusahaan penerbit
saham tercampur dan mengandung unsur haram sehingga menjadi haram semuanya.
6.
Transaksi jual beli saham dianggap batal
secara hukum, karena dalam transaki
tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran (sharf), jual beli
saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling menyerahkan (taqabudh) dan persamaan nilai (tamatsul)
harus diaplikasikan. Dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi
jual beli saham.
7.
Adanya unsur ketidaktahuan (jahalah)
dalam jual beli saham dikarenakan pembeli tidak mengetahui secara persis
spesifikasi barang yang akan dibeli yang terefleksikan dalam lembaran saham.
Adapun salah satu syarat sahnya jual-beli adalah diketahuinya barang (ma’luumu
al mabi’).
8.
Nilai saham pada setiap tahunnya tidak
bisa ditetapkan pada satu harga tertentu, harga saham selalu berubah-ubah
mengikuti kondisi pasar bursa saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan
sebagai pembayaran nilai pada saat pendirian perusahaan.
Bagi mereka yang
memperbolehkan mengadakan jual beli saham memberikan argumentasi
bahwa saham sesuai dengan terminology yang melekat padanya, maka saham yang
dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti kepemilikan atas perusahaan
tertentu yang berbentuk asset, sehingga saham merupakan cerminan kepemilikan
atas asset tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar pemikiran bahwa saham
dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang. Para ulama kontemporer yang
merekomendasikan perihal tersebut diantaranya Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan,
dan Khallaf sebagaimana dituangkan oleh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqhu Zakah. Singkatnya, bahwa jual beli
saham dibolehkan secara syariah dan hukum positif yang berlaku.
Menurut Yusuf Qardhawi,
jika saham yang diperdagangkan dipasar modal itu adalah dari perusahaan yang
bergerak di bidang usaha yang halal dan konsisten terhadap Islam, maka
memperdagangkan saham halal hukumnya. Saham menurut Yusuf Qardhawi merupakan hak
kepemilikan tertentu atas kekayaan suatu perseroan terbatas atau penunjukkan
atas saham tersebut. Tiap saham merupakan bagian kekayaan dan saham memberikan
keuntungan sesuai dengan keberhasilan perusahaan. Berdasarkan pengertian ini,
maka saham merupakan kekayaan yang dikategorikan sebagai perdagangan yang
memberikan keuntungan sehingga menurut Yusuf Qardhawi wajib untuk dikeluarkan
zakatnya.
Selanjutnya
Yusuf Qardhawi juga berpendapat bahwa dari tinjauan syara’, saham terbagi
menjadi tiga, yaitu:
1)
Saham dalam usaha atau perusahaan yang
konsisten terhadap Islam seperti bank atau asuransi syariah.
2)
Saham pada perusahaan yang aktivitasnya
diharamkan, misalnya perusahaan yang memperjualbelikan babi, persekutuan
diskotik dan sejenisnya.
3)
Saham perusahaan yang dasar aktivitasnya
halal, misalnya perusahaan mobil, pertanian, alat-alat elektronik dan
semacamnya yang pada dasarnya diperbolehkan.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Syahatah dan Fayyadh yang mengemukakan bahwa halal hukumnya
jika saham yang diperjualbelikan itu adalah dari perusahaan yang bergerak dibidang
usaha yang halal, misalnya dibidang transportasi, telekomonikasi, produksi
tekstil, dan sebagainya. Sementara itu haram hukumnya memperdagangkan saham di
pasar modal dari perusahaan yang bergerak dibidang usaha yang haram.
Selain dari pada
itu, terdapat fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual beli saham yang mana semakin
memperkuat landasan akan bolehnya jual beli saham. Dalam kumpulan fatwa Dewan
Syariah Nasional Saudi Arabia yang diketuai oleh Syekh Abdul Aziz Ibn Abdillah
Ibn Baz jilid 13 bab jual beli halaman 320-321 fatwa nomor 4016 dan 5149
tentang hukum jual beli saham dinyatakan: “Jika
saham yang diperjual belikan tidak serupa dengan uang secara utuh apa adanya,
akan tetapi hanya representasi dari sebuah asset seperti tanah, mobil, pabrik,
dan yang sejenisnya, dan hal tersebut merupakan sesuatu yang telah diketahui
oleh penjual dan pembeli, maka dibolehkan hukumnya untuk diperjual belikan
dengan harga tunai ataupun tangguh, yang dibayarkan secara kontan ataupun
beberapa kali pembayaran, berdasarkan keumuman dalil tentang bolehnya jual
beli.”
Selain fatwa
tersebut, Fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia No. 40/DSN-MUI/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar
Modal juga telah memutuskan akan bolehnya jual beli saham, dan mendefinisikan
saham syariah merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi
kriteria tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Terkait saham-saham
yang bisa dibeli investor terdapat dalam Jakarta
Islamic Index (JII).
Dalam
perkembangannya mulai tahun 2007 Bapepam lembaga keuangan sudah mengeluarkan
daftar efek syariah yang berisi emiten-emiten yang sahamnya sesuai dengan
ketentuan syariah berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan Nomor Kep-325/BI/2007 tentang daftar efek syariah tanggal 12
September 2007.
Dengan demikian, jual beli saham dengan niat
dan tujuan memperoleh penambahan modal, memperoleh aset likuid maupun
pengharapan deviden, dengan memilikinya sampai jatuh tempo, dapat difungsikan sewaktu-waktu,
dapat diperjual-belikan untuk mendapatkan keuntungan capital gain, hukumnya adalah boleh selama usahanya dalam hal yang
halal, tidak melanggar syariat, dan tidak dijadikan sebagai alat spekulasi.
Penyertaan modal
dalam bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang kegiatan usahanya
tidak bertentangan dengan syariah dapat dilakukan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya
dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya dilakukan pada saham perusahaan publik.
Maka, dalam hal
ini sudah disediakan tempat jual beli saham dalam koridor syariah, yaitu pada
Pasar Modal Syariah seperti dijelaskan sebelumnya, yang mana sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang
dilarang seperti: riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain. Di dalam Pasar
Modal Syariah, Produk saham yang akan diterbitkan harus memenuhi syarat-syarat
tertentu yaitu:
1)
Jenis usaha, produk barang dan jasa yang
diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak merupakan usaha yang
dilarang oleh prinsip-prinsip syariah atau jenis usaha yang halal.
2)
Jenis transaksi harus dilakukan menurut
prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi yang di
dalamnya mengandung unsur gharar, maisir, risywah dan zhulm.
Termasuk dalam transaksi yang mengandung unsur yang dilarang antara lain: najasy, ba’i al-ma’dum, insider trading,
menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh keuntungan
transaksi yang dilarang, melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat
transaksi tingkat (nisbah) hutang
perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya, margin trading dan ikhtikar (penimbunan). Sebuah
transaksi yang gharar dapat timbul setidaknya karena dua sebab utama. Pertama
adalah kurangnya informasi atau pengetahuan (jahala, ignorance) pada pihak yang
melakukan kontrak. Jahal ini menyebabkan tidak dimilikinya control atau skill
pada pihak yang melakukan transaksi. Kedua, karena tidak adanya objek. Ada pula
yang membolehkan transaksi dengan objek yang secara aktual belum ada, dengan
syarat bahwa pihak yang melakukan transaksi memiliki control untuk hamper bisa
memastikannya di masa depan.
3)
Tidak spekulasi. Sesungguhnya bukan
merupakan investasi, meskipun diantara keduanya ada kemiripan. Perbedaan yang
sangat mendasar di antara keduanya terletak pada spirit yang menjiwainya, bukan
pada bentuknya. Para spekulan membeli sekuritas untuk mendapatkan keuntungan dengan
menjualnya kembali secara short term. Sedangkan para investor membeli sekuritas
dengan tujuan untuk berpartisipasi secara langsung dalam bisnis yang lazimnya bersifat
long term. Spekulasi adalah kegiatan game
of chance sedangkan bisnis adalah game
of skill. Seorang dianggap melakukan kegiatan spekulatif apabila ia memiliki
motif memanfaatkan ketidakpastian tersebut untuk keuntungan jangka pendek.
Dengan karakteristik tersebut, maka investor yang terjun di pasar perdana
dengan motivasi mendapatkan capital gain
semata-mata ketika saham dilepas di pasar sekunder, bisa masuk kedalam golongan
spekulan.
4)
Tidak melakukan margin trading
(al-Syira’ Bi al-Hamisy)/ penjualan kredit dan tidak melakukan short sale
(al-ba’I ‘ala al-maksyuf) yaitu
menjual saham yang tidak dimiliki.
5)
Emiten atau perusahaan publik yang
bermaksud menerbitkan efek syariah wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan
akad yang sesuai dengan syariah.
6)
Emiten atau perusahaan publik wajib
menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi prisip Syariah dan memiliki Syariah
Compliance Officer (SCO).
7)
Dalam hal emiten atau perusahaan publik yang
menerbitkan efek syariah sewaktu-waktu tidak memenuhi persyaratan, maka efek
yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai efek syariah.
F. Kaidah Syariah Yang di Penuhi dalam Instrumen Investasi Saham
1)
Kaidah syariah untuk saham
a)
Bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara terbatas (privat).
b)
Bersifat mudharabah jika saham ditawarkan secara tidak terbatas (publik).
c)
Tidak boleh ada pembedaan jenis saham
karena risiko harus ditanggung oleh semua pihak.
d)
Seluruh keuntungan akan di bagi hasil,
dan jika terjadi kerugian akan dibagi rugi bila perusahaan dilikuidasi.
e)
Investasi pada saham tidak dapat
dicairkan kecuali setelah likuidasi.
2)
Kaidah syariah untuk emiten
a)
Produk/ jasa yang dihasilkan
dikategorikan halal. Dalam hal ini, JII (Jakarta
Islamic Index) telah melakukan penyaringan terhadap saham. Berdasarkan
fatwa DSN dan memilih emiten yang usahanya sesuai syariah.
b)
Hasil usaha tidak mengandung unsur riba
dan tidak bersifat zalim.
c)
Tidak menempatkan investor dalam kondisi
gharar atau maysir (memberi informasi yang transparan, risiko usaha yang wajar
dan memenuhi ketentuan, manajemen Islami, menghormati HAM, menjaga SDA dan
lingkungan Hidup).
3)
Kaidah syariah untuk pasar perdana (primary market)
a)
Semua akad harus berbasis pada transaksi
yang riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.
b)
Tidak boleh menerbitkan efek utang untuk
membayar kembali utang.
c)
Dana hasil penjualan efek yang
diterbitkan akan diterima oleh perusahaan.
d)
Hasil investasi yang akan diterima
pemodal merupakan fungsi dan manfaat yang diterima emiten dari modal yang
diperoleh dari dana hasil penjualan efek dan tidak boleh semata-mata merupakan
fungsi dari waktu.
4)
Kaidah syariah untuk pasar sekunder (secondary market)
a)
Semua efek harus berbasis pada transaksi
riil (dengan penyerahan) atas produk dan jasa yang halal.
b)
Tidak boleh membeli efek utang dengan
dana dari utang atau menerbitkan surat utang.
c)
Tidak boleh membeli berdasarkan tren
atau indeks.
d)
Tidak boleh memperjualbelikan hasil yang
diperoleh dari suatu efek (misalnya, kupon, dividen) walaupun efeknya sendiri
dapat diperjual belikan.
e)
Tidak boleh melakukan transaksi murabahah dengan menjadikan objek
transaksi sebagai jaminan.
f)
Transaksi tidak menyesatkan, seperti
penawaran palsu.
Pengkajian
ulang akan dilakukan enam bulan sekali dengan penentuan komponen indeks awal
bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Adapun perubahan pada jenis usaha
emiten akan dimonitor secara terus-menerus berdasarkan data publik dan media.
Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham terakhir yang
terjadi di bursa.
Data
saham merupakan bagian dari Daftar Efek Syariah (DES) yang dikeluarkan oleh
Bapepam-LK. Terdapat beberapa pendekatan untuk menyeleksi suatu saham apakah
bisa dikategorikan sebagai saham syariah atau tidak, yaitu:
(1) Pendekatan jual
beli. Dalam pendekatan ini diasumsikan saham adalah asset dan dalam jual beli
ada pertukaran asset ini dengan uang. Juga bisa dikategorikan sebagai sebuah
kerja sama yang memakai prinsip bagi hasil (profit-loss
sharing).
(2) Pendekatan
aktivitas keuangan atau produksi. Dengan menggunakan pendekatan produksi ini,
sebuah saham bisa diklaim sebagai saham yang halal ketika produksi dari barang
dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan bebas dari element-element yang haram
yang secara explisit disebut di dalam Al-Quran seperti riba, judi, minuman yang
memabukkan, zina, babi dan semua turunan-turunannya.
(3) Pendekatan
pendapatan. Metode ini lebih melihat pada pendapatan yang diperoleh oleh
perusahaan tersebut. Ketika ada pendapatan yang diperoleh dari Bunga (interest) maka secara umum kita bisa
mengatakan bahwa saham perusahaan tersebut tidak syariah karena masih ada unsur
riba disana. Oleh karena itu seluruh pendapatan yang didapat oleh perusahaan
harus terhindar dan bebas dari bunga atau interest.
(4) Pendekatan
struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.
G. Perkembangan dan Evaluasi Jakarta Islamic Index (JII)
Perkembangan produk syariah di pasar modal
Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang cukup menggembirakan. Namun,
pengembangan produk syariah tersebut juga mengalami beberapa hambatan.
Berdasarkan hasil studi tentang investasi syariah di Indonesia oleh Tim Studi
tentang Investasi Syariah di Indonesia-BAPEPAM-LK menunjukkan terdapat beberapa
hambatan dalam pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a)
Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah
b)
Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah
c)
Minat pemodal atas efek syariah
d)
Belum adanya ketentuan resmi baik dari
pemerintah maupun Bapepam, seperti Undang-Undang yang dapat dijadikan sebagai
rujukan pelaksanaan pasar Modal Syariah. Keberadaan pasar modal syariah lebih
merupakan representasi kebutuhan masyarakat yang menginginkan adanya pasar
modal yang beroperasi berdasarkan syariah, dari pada keinginan pemerintah.
e)
Keberadaan pasar modal syariah baru
dianggap sebatas wacana dan belum dikenal secara luas. Operasional pasar modal
identik dengan transaksi yang bersifat spekulatif, gharar dan riba. Dengan kata
lain, masyarakat masih meragukan kesyariahan pasar modal syariah. Sehingga
menghambat perkembangan pasar modal syariah itu sendiri.
f)
Kurangnya dukungan dari masyarakat,
terutama pihak-pihak yang mempunyai kompetensi dan pengetahuan tentang pasar
modal syariah, untuk mensosialisasikan keberadaan pasar modal syariah sehingga
keberadaannya kurang diketahui oleh masyarakat umum.
Indeks
syariah atau JII (Jakarta Islamic Index)
merupakan indeks yang terdiri dari 30 saham mengakomodasi investasi syariat
dalam Islam atau indeks yang berdasarkan syariah Islam. Saham-saham yang masuk
dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan
dengan syariah. Investasi dalam pasar modal, khususnya saham, memiliki profil
risiko dan hasil yang berbeda dengan investasi keuangan lainnya. Karena itu,
setiap investor perlu memahami apakah investasinya telah memberikan hasil yang
lebih baik bagi rata-rata pasar. Sehingga di pasar modal yang telah maju
diperlukan adanya tolak ukur (benchmark)
yang umumnya berupa suatu indeks harga, misalnya
indeks harga saham.
Disamping
sebagai tolak ukur, indeks syariah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan
investor dan untuk mengembangkan investasi dalam equity secara syariah. Melalui indeks syariah diharapkan investor
lebih mendapatkan transparansi akan laporan keuangan yang disumbangkan oleh
para praktisi, pemenuhan ketentuan syariah sebagai hasil peran serta Dewan
Syariah Nasional serta accountability
dari pihak bursa yang melakukan monitoring.
Jakarta Islamic Index direview setiap 6 bulan,
yaitu setiap bulan Januari dan Juli atau berdasarkan periode yang ditetapkan
oleh Bapepam-LK. Sedangkan perubahan jenis usaha emiten akan dimonitor secara
terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia. Dari
sekian banyak emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, terdapat beberapa
emiten yang kegiatan usahanya belum sesuai dengan syariah, sehingga saham-saham
itu secara otomatis belum dapat dimasukkan dalam perhitungan JII. Berdasarkan
arahan DSN dan peraturan BAPEPAM-LK Nomor IX.A.13 jenis kegiatan utama suatu badan usaha
yang dinilai tidak memenuhi syariah Islam dan akan dikeluarkan dari pasar modal
syariah jika terdapat hal-hal yang disebutkan di atas. Tentang penerbitan efek
syariah Proses penyaringan emiten syariah untuk DES mengacu pada fatwa DSN-MUI,
yang sesuai dengan mekanisme syariah dan diperlukan proses yang begitu
selektif, dengan skemanya sebagai berikut:
SELEKSI SYARIAH
|
Emiten
tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang.
|
Emiten
bukan usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan
asuransi konvensional.
|
Emiten
tidak menjalankan usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan
makanan dan minuman yang tergolong haram.
|
Emiten
bukan usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan
barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
|
|
SELEKSI
KAPITALISASI
|
Memilih
kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prisip
syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan.
|
Memilih
saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun terakhir yang memiliki
rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90%.
|
Memilih
60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi
pasar terbesar selama stau tahun terakhir.
|
|
SELEKSI
NILAI VOLUME TRANSAKSI
|
Memilih
30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai
perdagangan regular selama satu tahun terakhir.
|
|
PROSES EVALUASI EMITEN
|
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan
penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya.
Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara
terus-menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.
|
Adapun Daftar emiten
yang termasuk JII untuk periode Desember 2012 s/d Mei 2013, sebagai berikut:
NO
|
KODE
|
NAMA
EMITEN
|
1
|
|
PT
Astra Agro Lestari Tbk
|
2
|
|
PT
Adaro Energy Tbk
|
3
|
|
PT
AKR Corporindo Tbk
|
4
|
|
PT
Aneka Tambang (Persero) Tbk
|
5
|
|
PT
Astra International Tbk
|
6
|
|
PT
Alam Sutera Realty Tbk
|
7
|
|
PT
Sentul City Tbk
|
8
|
|
PT
Bumi Serpong Damai Tbk
|
9
|
|
PT
Charoen Pokphand Indonesia Tbk
|
10
|
|
PT
Energi Mega Persada Tbk
|
11
|
|
PT
Excelcomindo Pratama Tbk
|
12
|
|
PT
Harum Energy Tbk
|
13
|
|
PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
|
14
|
|
PT
Vale Indonesia Tbk
|
15
|
|
PT
Indofood Sukses Makmur Tbk
|
16
|
|
PT
Indika Energy Tbk
|
17
|
|
PT
Indocement Tunggal Prakasa Tbk
|
18
|
|
PT
Indo Tambangraya Megah Tbk
|
19
|
|
PT
Jasa Marga (Persero) Tbk
|
20
|
|
PT
Kalbe Farma Tbk
|
21
|
|
PT
Lippo Karawaci Tbk
|
22
|
|
PT
PP London Sumatera Indonesia Tbk
|
23
|
|
PT
Mitra Adiperkasa Tbk
|
24
|
|
PT
Media Nusantara Citra Tbk
|
25
|
|
PT
Perusahaan Gas Negara Tbk
|
26
|
|
PT
Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
|
27
|
|
PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk
|
28
|
|
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk
|
29
|
|
PT
United Tractors Tbk
|
30
|
|
PT
Unilever Indonesia Tbk
|
H. Kesimpulan
Otoritas
yuridis hukum Islam dalam membimbing dan mengayomi tatanan kehidupan umat manusia
tidak dapat dinafikan begitu saja. Fungsi sebagai pengawas sekaligus menata
berbagai sendi kehidupan, mengartikan pentingnya aktualisasi dan transformasi
hukum Islam pada ranah hukum konvensional. Salah satunya adalah masalah jual
beli saham. Yang mana masih diperselisihkan mengenai keabsahannya.
Namun,
saat ini telah memiliki angin segar mengenai hal tersebut, karena diperbolehkannya
jual beli saham serta terdapat tempat yang mengayomi sesuai syariah, dengan
catatan bahwa jual beli saham tersebut terhindar dari unsur-unsur yang dilarang
oleh syariah. Dukungan ini dapat dilihat dengan terbitnya pasar modal syariah
dan fatwa-fatwa DSN-MUI yang memperkuat bahwa diperbolehkannya jual beli saham.
Perkembangan produk syariah di Pasar Modal Indonesia
dalam beberapa tahun terakhir memang cukup menggembirakan. Namun, pengembangan
produk syariah tersebut juga mengalami beberapa hambatan. Berdasarkan hasil
studi tentang investasi syariah di Indonesia oleh Tim Studi tentang Investasi
Syariah di Indonesia-BAPEPAM-LK menunjukkan terdapat beberapa hambatan dalam
pengembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang pasar modal syariah
2.
Ketersediaan informasi tentang pasar modal syariah
3.
Minat pemodal atas efek syariah
4.
Belum adanya ketentuan resmi baik dari
pemerintah maupun Bapepam
5.
Keberadaan pasar modal syariah baru
dianggap sebatas wacana dan belum dikenal secara luas.
6.
Kurangnya dukungan dari masyarakat
Indah
Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah, Cet. 1 (Malang:
UIN-Maliki PRESS (Anggota IKAPI, 2010), hlm. 71.
Ismail
Nawawi, Ekonomi Kelembagaan Syariah dalam Pusaran Perekonomian Global Sebuah
Tuntutan dan Realitas (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2009), hlm.
140.
Siti Nur
Fitriah, Saham Menurut Perspektif Syariah,
dalam situs http: // sitinurfitriah .blogspot.com/, diakses tanggal 28 Maret
2013.